Last day in Lasem, we were paying homage to the oldest temple called Cu An Kiong, terletak di dekat sungai Babagan, kiranya ada alasan mengapa Klenteng ini dibangun disini dikarenakan ini adalah akses masuk pertama kali ke Lasem, di sungai Babagan inilah tempat bongkar muat dilakukan sepertinya.
Dahulu kala berdasakan beberapa artikel yang sempat Saya baca, Klenteng ini dibangun diatas hutan jati, dan merupakan sebagai penghormatan kepada Dewi Samudera (Thian Tiang Seng Bo) karena mereka diberi keselamatan di laut sehingga bisa mendarat dengan selamat di Lasem.
Bangunan Klenteng ini praktis tidak mengalami perubahan berarti sejak di renovasi pada tahun 1838, sejarah mencatat bahwa Klenteng ini dibangun pada abad ke-15, dimana pertama kali para perantau dari Negeri Tiongkok berlabuh, tercatat pada tahun 1477 Klenteng ini di bangun, berdasarkan catatan di sebuah museum di Den Haag, Belanda, catatan ini dimiliki oleh Belanda dikarenakan pada masa penjajahan sempat terjadi penjarahan besar-besaran termasuk catatan penting sejarah pendirian Klenteng ini.
Beruntung sekali ketika Saya datang, sedang tidak ada pengunjung lain, jadi bisa benar-benar merasakan indahnya bangunan ini secara tenang dan pelan, Klenteng ini ketika datang hanya dijaga oleh seorang wanita paruh baya yang kami panggil Oma.
Tipikal Klenteng Cina, banyak di dominasi warna merah dan emas, semua detail masih sangat terjaga dengan baik, indah dan indah sekali, daun pintu, kisi-kisi ventilasi, dinding semua dibuat dengan detail yang mumpuni.
Ada dua bagian dinding yang dihiasi mural yang cukup massive, dinding di area altar bergambar para Dewa, sedangkan area depan mural berupa cerita 100 panel komik “Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois” karya Xu Zhonglin atau dikenal dengan komik Fengshen Yanyi (National Geographic).
Klenteng ini penuh dengan makna simbolik, dilihat dari hiasan-hiasan yang terdapat pada pahatan maupun gambar-gambar mural, I wish I could tell more about this.
Yang unik dari Klenteng ini adalah disetiap ulang tahun Klenteng, hampir dipastikan selalu ada orkes gamelan Jawa, ini merupakan bentuk akulturasi yang luar biasa dari masyarakat pendatang dan Lasem itu sendiri.
I was so happy that on my last day in Lasem finally I could pay homage and admiring this Klenteng, the oldest Klenteng in Java, yang penuh dengan cerita waiting to be unfold!