Random Nights

Some night can be so random, just like tonight…

Ke Denpasar untuk pelipur lara, lara karena kerjaan itu kalo gue, yang satu lara karena hati nya sedang terhempaskan #tsaaahhhhh

Kalo hati lara kemana yah? Ya jalan atau cari tempat ngopi lah…kali ini motor membawa kami ke Denpasar, ada coffee shop yang dilihat dari akun intagram-nya pretty good looking without being too much yah…a best friend just forward me their IG account…and voila after office hour we went here…to seek coffee and some other random conversations…random banget, mulai teori psikologi sampe kopi sampe logo ni tempat ngopi sampe apalagiiiii klo membahas lara hati sahabat Saya ini…hahhah

Oh tulisan ini pun amat sangat random…

MITOS KOPI itu nama tempat nya…I kinda fell in love at the first sight…those warm lighting on concrete walls and wooden furniture and a blue bicycle parked just in front of this coffee shop…just stole my weary eyes….#tsaaahhhh lebay dan random but I do love it at the first sight.

IMG_6517

Hot latte and iced cappuccino was our random drinks…well not so random tho…hahaha…this coffee shop way just too cute, it reminds me of some coffee shops in Japan or Sukhumvit area in Bangkok…a simple one yet warm to the eye…

How about their coffee? Hummm I might say, not bad at all…I’ll come back and try again some more coffee later…other thing that I like is their playful yet innocent logo…3 little girls playing under the tree…too adorable!

FullSizeRender

One corner just under the MITOS KOPI signange was our fave, the street indeed it noisy but then, who cares as long as we have a good random conversations right? Hahah…

IMG_6520

I love how Denpasar now becoming more attractive for locals…many cafes with pretty cool concept…

Anyway…let’s wander again while overhearing these people hahha

#mitoskopi #coffeeshop #ngopidibali #kopi #kopibali #denpasar #randomnights #randomthoughts #fridays #weekend #cafe #coffeeshopinbali #weekend #balilife #islandlife #nakbali #jaenidupdibali

Wandering Around By Night On Jalan Malioboro

Blessing in disguise ceritanya, malam itu Saya bertolak dari Artotel Jogja untuk menemui sahabat di Oxen Free Bar di Sosrowijayan dengan ojek online…dapet Bapak yang nyetir motornya kayak kesurupan…plus pake motor manual…hajar sana sini…akhirnya Saya memutuskan untuk turun ditengah jalan…yeap literally in the middle of the street depan Stasiun Tugu…tapi ternyata gara-gara Bapak ini Saya jadi sempat jalan dan melihat beberapa bangunan tua di malam hari, matur nuwun Pak hahha

Stasiun Tugu Yogyakarta, didirkan pada tahun 1887 merupakan stasiun terpenting pada saat itu dan sampai sekarang…dahulu bentuknya tidak seperti sekarang ini, langgam arsitektur nya khas tahun 1800an akhir bergaya Neo Klasik, dengan baluster dan ornamen dekorasi klasik lainnya.

Foto dokumentasi Kassian Cephas, Stasiun Tugu tahun 1890an

Stasiun Tugu diprakarsai oleh Staatspoorweg (SS) yang menghubungkan jalur dari Batavia dan Cilacap ke Yogyakarta, namun memang pada akhirnya Stasiun Tugu melayani 2 perusahaan jawatan kereta api Hindia Belanda saat itu yakni Staatspoorweg (SS) dan Nederlandsch Indisch Staatspoorweg Maatschappij.

Menurut catatan Stasiun Tugu banyak disinggahi oleh orang penting dibanding Stasiun Lempuyangan (1872) yang lebih dahulu berdiri, mulai dari Gubernur Jendral Hindia Belanda, Sultan Surakrata dan Presiden Soekarno.

1. Gubernur Jenderal Tjarda van Stakenborough di Stasiun tugu

Tahun 1920an Stasiun Tugu mengalami perubahan langgam yang signifikan yang bertahan sampai sekarang, Art Deco adalah langgam arsitektur yang paling kekinian pada saat itu, sehingga Staatspoorweg kemudian mengubah nya disesuaikan dengan trend yang ada, renovasi dilakukan dibawah F. Cousins kepala Bouwkundig Bureau milik SS (Blog Jejak Kolonial).

Ciri khas Art Deco dengan garis-garis lugas berulang, tipikal kaca patri yang juga bergaya geometris menghiasi fasad depan, yang menggembirakan adalah bawah baru-baru ini Stasiun Tugu mengalami restorasi, dan sudah dibuka kembali, semua detail masa lalu dipertegas, pencahyaan diatur sedemikian rupa sehingga menonjolkan detail arsitektural stasiun ini.

IMG_6111

I would say, I was the happiest camper seeing this beautiful old building came to life again…cukup lama Saya bolak-balik keluar masuk stasiun ini hanya karena saya kagum dengan restorasi yang dilakukan…cukup rapi, penambahan beberapa hal baru seperti signage modern amat sangat tidak menggangu pemandangan bahkan sepertinya complimenting each other in a very good way.

Design bagian depan dibuat sanat simetris, kanan kiri memiliki detail yang sama, kaca patri menghiasi bukaan kecil di kanan kiri fasad depan, sekarang kaca patri tersebut disorot penerangan sehingga dari kejauhan sangat indah dilihat, diatsa jendela tersebut terdapat ventilasi terbuat dari susunan bata berongga khas masa lalu…

IMG_6115

Bagian tengah adalha gerbang masuk ke stasiun, fasad depan dihiasi kembali dengan deretan kaca patri, simple and modern yet grand…ada 6 panel kaca patri disana memanjang tepat berada diatas kanopi beton dengan detail geometris berundak, naik ke atas sedikit terdapat jam dinding letaknya tepat ditengah, kembali detail geometris menghiasai kanan kiri jam tersebut, hal yang menyenangkan adalah deretan kaca patri tersebut sekarang disorot penerangan dari bagian dalam gedung sehingga kita bisa melihat warna-warni kaca patri dari luar dengan indah…well I might say it’s kinda romantic.

IMG_6112

Bagian dalam gedung utama ini juga mengalami restorasi, lengkungan demi lengkungan beton di cat kembali, tata cahaya pun kembali diperbaiki, kesan yang tercipta adalah ruangan yang tinggi dan besar.

IMG_6126

Jika diperhatikan di area dalam diantara ventilasi terdapat juga deretan kaca patri, mungkin akan lebih indah jika kaca patri ini di sorot lampu dari luar sehingga kita yang ada di dalam ruangan ini pun bisa menikmati warna-warni dari kaca patri tersebut, area luar dari gedung utama ini di kann kiri terdapta deretan kaca sama besar sebagai ventilasi sehingga udara tidak pengap, masih bisa dilihat bahwa kac ayang mereka gunakan masih kaca dari masa lalu…kaca buram bertekstur, sangat menyenangkan untuk dilihat.

Perjalanan ke arah Jalan Sosrowijayan Saya sempatkan mampir ke Grand Inna Malioboro, dulu namanya Grand Inna Garuda, di malam hari ternyata hotel ini sangat menyenangkan untuk dilihat, efek pencahayaan sangat berpengaruh, terutama meng-highlight deretan kaca patri nya yang indah.

Grand Inna Malioboro, hotel ini dahulu bernama Grand Hotel te Djokdja didirikan pada tahun 1911, dahulu kemungkinan memiliki langgam Art Nouveau, namun seiring dengan demam Art Deco kemudian tahun 1938 berubah bentuk menjadi Art Deco yang bertahna hingga saat ini.

ac8d2a3ae57bf3b75dc6dc93865ea4c7

Dan menurut catatan hotel ini berganti nama cukup sering, dimulai dengan Grand Hotel te Djokdja kemudian berubah menjadi Hotel Asahi di jaman Jepang, kemudian berubah lagi pada era kemerdekaan menjadi Hotel Merdeka, dibawah ini foto yang diambil oleh Charles Breijer pada masa setelah 1945, ketika hotel ini bernama Hotel Merdeka.

980x

Malam itu Saya sangat menikmati cahaya penerangan yang keluar dari kaca patri baik di gedung utam amaupun gedung kanan dan kiri, pola khas Art Deco menghiasi jendela, bahkan kanopi pun terbuat dari kaca patri yang cukup njelimet, berwarna-warni seperti melihat lampu disco.

IMG_6132

Di fasad bangunan utama yang merupakan area lobby kita bisa melihat ada banyak panel kaca patri disini, mulai dari yang polos hingga berwarna warni, sayang kanopi asli sepertinya dihilangkan dan diganti dengan portiko baru yang jauh lebih panjang untuk mengakomodir mobil yang drop off para tamu, seharusnya kanopi memiliki pola yang sama dengan kanopi yang berada di bangunan sayap kanan dan kiri.

IMG_6133

Ternyata jalan malam menyusuri Jalan Malioboro yang sangat mainstream bagi turis lokal terutama ini menyenangkan, kabarnya satu bulan sekali Jalan Malioboro dikosongkan dari kendaraan dan pedagang kaki lima…Saya lupa setiap hari Jawa apa itu, dan kabarnya juga setelah renovasi trotoar sepanjang Jalan Malioboro ini selesai, kendaraan tidak diperkenankan masuk, hanya pejalan kaki saja yang diperbolehkan masuk kesini….INDAH!

#jogja #jogjakrata #yogya #yogyakarta #jalanmalioboro #wanderlust #travel #traveling #traveler #travelgram #travelblog #sejarah #history #heritage #saveheritage #cagrabudaya #bendacagrabudaya #bangunankolonial #dutcheastindies #hindiabelanda #arsitektur #architecture #oldbuilding #hotel #stasiuntugu #keretaapi #railwaystation #grandinnamalioboro

Ndalem Notoprajan di Yogyakarta

Liburan kali ini ke Yogyakarta, Saya mengunjungi sebuah rumah besar yang letaknya dekat dengan Kraton, disebut Ndalem karena rumah ini adalah rumah salah satu Pangeran, rumah besar berumur lebih dari 200 tahun ini masih berdiri dan ditempati oleh masih salah satu keturunannya.

IMG_6051

Ndalem Notoprajan diperkirakan dibangun pada tahun 1811 (menurut peta Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1811, Ndalem Notoprajan sudah ada), oleh pihak Kraton diberikan kepada GPH Notoprojo, dilihat dari pohon keluarga GPH Notoprojo adalah keturunan dari Sri Sultan Hamengku Buwana VI & VII, sehingga tempat ini di sebut dengan Ndalem Notoprajan.

Setelah beliau wafat, Ndalem Notoprajan kemudian ditinggali oleh adik beliau yakni GKR Maduretno dan sekitar tahun 1950an kemudian diserahkan pada GPH Hadidjoyo oleh karena itu disebut juga dengan nama Ndalem Hadiwijayan.

IMG_6050

Pada masa GPH Hadiwidjaya, beliau dan keluarga tidak menempati Dalem Ageng, melainkan mereka tinggal di bangunan sebelah kiri dan kanan daripada Dalem Ageng tersebut.

Ndalem Notoprajan memiliki area sangat luas, masuk melalui sebuah regol, disebelah kanan kita akna mendapati sebuah pendopo yang luas berwarna dominan krem kehijauan.  Ndalem Notoprajan dibangun dengan memakai aturan tata letak rumah Jawa, mengikuti orientasi kosmologis Kraton Yogyakrata mengarah selatan-utara.

IMG_6061

Setelah pendopo terdapat Dalem Ageng yang merupakan hirarki tertinggi dalam tata letak rumah Jawa, disini adalah area privat dari keluarga inti, di dalam Dalem Ageng terdapat 3 ruang privat lain yang disebut sentong, sentong kanan dan kiri untuk tidur keluarga inti sedangkan sentong ditengah untuk pemujaan.

Disamping kanan dan kiri bangunan utam aterdapat gandok kiwa dan gandok tengen yang dihuni oleh para keluarga kerabat, sekarang nampaknya ditempati oleh warga dengan cara menyewa beberapa bagian.

Sangat disayangkan banyak bagian kurang terurus dengan baik, sekarang Ndalem Notoprajan selain digunakna untuk tempat tinggal kerabat Pangeran juga untuk bermacam kegiatan organisasi.

Bagian teras Dalem Ageng sekarnag menjadi ruang tamu dengan furniture yang sekena-nya, disebelah kanan ada lukisan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII didepannya daa deretan piala-piala dipenuhi debu dan sarang laba-laba.

Melongok dari ventilasi kaca ke dalam Dalem Ageng, kita bisa melihat betapa detail indah masih bisa disaksikan didalam sana, sayang tidak bisa masuk karena hanya dibuka satu tahun sekali…konon didalam sana ada bagian tembok yang jebol bekas tendangan GPH Notoprojo ketika beliah marah kepada Belanda (GPH Notoprojo adalah pendukung setia Pangeran Diponegoro).

Berjalan mengelilingi areal ini, rasanya seperti melihat rumah besar sarat sejarah yang menunggu waktu untuk silam…bagian belakang dari Dalem Ageng nampak sudah rusak walua masih berdiri tegak, halaman bagian terbelakang dahulu pernah dijadikan kos-kosan…sisa kamar sekarang masih ada hanya saja dipenuhi semak belukar dan menunggu runtuh.

Bagian-bagian gedung sebenarnya ada banyak yang masih bisa diselamatkan, direstorasi dan dihidupkan kembali…hanya tentu dibutuhkan dana dan courage atau kekuatan yang besar untuk kemudian bisa menghidupkan kembali Ndalem indah ini.

IMG_6023

Semoga saja suatu hari nanti Ndalem Notoprajan bisa kembali dilestarikan dan dipugar untuk kemudian digunakan sebagai tempat belajr sejarah, arsitektur dan seni.

#ndalem #ndalemnotoprajan #yogya #yogyakarta #ngayogyakarta #jogja #jogjakarta #sejarah #mansion #javanese #javaneseroyalfamily #arsitektur #architecture #heritage #saveheritage #cagarbudaya #bangunancagrabudaya #oldmansion #oldbuilding #javnaesearchitecture #gphnotoprojo

Berlibur Ke Tempat Biasa

“The real voyage of discovery consists not in seeking new landscapes, but in having new eyes”

Marcel Proust

Gitu katanya menurut Marcel Proust, ada benarnya memang, beberapa teman selalu tanya “Ngapain sih lo kesana lagi?” “Gak bosen lo?” Hummm jawabannya yah itu…No I am not bored…karena selalu ada rasa familiar yang bikin rasa ini nyaman…beberapa kota bikin Saya selalu kepengen balik no matter how often I am visiting this cities…but again having new eyes is most important thing when we travel places.

Liburan harpitnas kemarin ini kembali saya ke Yogyakarta, alih alih karena beberapa weekend di Bali kegiatan Saya itu-itu aja (horaaaaang kayaa hahaha) ya udah Saya beli tiket aja ke Yogyakarta dan coba hotel baru Artotel Jogja ahayyyy…dan tentu seeing my familiar faces in Yogyakarta, para mbak mbak ku terkasih hahaha mbok emban sih 555

Highlight dari kunjungan ke Yogyakarta kali ini adalah selain day-trip ke Parakan juga mengunjungi beberapa tempat baru dan lamaaa tentunya.

Cerita dari mana yah…hummm…ya udah dimulai dengan ngopi di tempat biasa deh…iya Ruang Seduh di Tirtodipuran semacam my coffee remedy kalo ke Yogyakarta, gak ada yang baru disini justru itu yang dicari kopi dengan rasa yang sama haha…tapi kebetulan sedang ada karya seniman yang sedang dipajang…Dia gambar itu monster mie instan gede-gede di kaca depan…Saya pesan iced latte sambil duduk sendiri di dalam ruangan ber-AC karena di luar cuaca gerah…sambil memandang si monster Indomie tentunya…eh ternyata pas posting itu gambar monster mie instan sang seniman liked postingan insta nya hahaha good thing now that I know who he is…si Manusia Penyedap Rasa – Alam Taslim (IG @alamtaslim)

IMG_5884

One iced latte just to woke me up that morning…jalur seperti biasa di Jalan Tirtodipuran adalah menengok rumah besar disebrang Ruang Seduh, rumah ini sangat adem dengan pepohonan besar rindang, yang berbeda sekarang adalah agak sedikit kurang dibersihkan halaman rumah nya…dipakai oleh anak anak kecil bermain bola…means that this place now more open for strangers no?! Hahaha hati senang tak terkira…artinya saya bisa masuk dan if I am lucky I can see the interior…itu yang terbersit di pikiran Saya hahaha…such an intruder!

Sebelum Saya mengunjungi kembali rumah besar ini saya sempat bertanya kepada barista di Ruang Seduh, berdasarkan keterangan Mas-nya kalau rumah besar ini sekarang jadi tempat latihan gamelan Jawa dan tari Jawa…wahhhh tambah bahagia Saya!

IMG_5886

Ah well I wasn’t that lucky that morning, karena Sang Penjaga rumah besar ini rupanya sedang keluar, Saya hanya bisa mengabadikan ruang tengah dari balik pintu kaca…and I was amazed by the scale and the look of this living room…such a grand living room…I will visit again next time and see if I can also watch the rehearsal *wink *wink

IMG_5885

Perjalanan pagi tu berlanjuat dengan bertemu teman-teman di Yogya, ada Mbak Emmy, Nina dan tentu Mbak Ditta Bustamikkk…meeting point ditempat biasa…Flip Burger…have I told you that this burger joint has interesting design?! Ok then will tell you again…located in this area called Sagan…this area used to be a Dutch Colonial Residency…Flip Burger opened only few months, using old colonial house from 1920s – 1930s their Mondrian inspired interior and exterior goes really well with this old house!

Anyway busway…seharian kita nangkring disana…sampe akhirnya kita memutuskan buat jalan jalan keliling Sagan sambil nunggu makan sore dari Warung Endes punya Mbak Emmy…it was such a lovely afternoon walk as we found many interesting old houses…and other stuff too!

Salah satu yang menyenangkan adalah ketika we stumbled upon this big colonial house in a very particular shape of roof belongs to the legendary late DR. Sardjito, nama beliau sekarang menjadi nama RSUP Yogyakarta.

Rumah ini sepertinya dibangun pada sekitar tahun 1920an dimana area ini pertama kali dibuka untuk pemukiman orang Eropa dan berada di jaman Kolonial, area Sagan dibuka setelah area Kota Baru dibuka juga untuk kawasan baru pemukiman warga Eropa di Yogyakarta.

What’s most striking to me is the shape of the roof…high and steep…yet they adorned with Art Deco ornament here and there…pengulangan garis geometris.

IMG_5910

Rumah ini begitu asri dan masih dirawat dengan baik oleh anak angkat DR.Sardjito yang kebetulan kami temui sore itu dan sempat berbincang, beliau sangat ramah…menurut beliau dahulu rumah ini ditempati oleh seorang warga Inggris, kemudian ditempati oleh DR. Sardjito, DR. Sardjito adalah Rektor pertama UGM dan beliau juga yang kemudian andil dalam pemindahan (sementara sepertinya) Institut Pasteur di Bandung ke Klaten pada jaman kolonial, menurut anak angkat beliau sekarang dalam proses pengajuan untuk menjadi Pahlawan Nasional!

Bagian belakang dari rumah ini dijadikan kantor dan workshop pembuatan ramuan berbahan jamu warisan DR. Sardjito, kita pun bisa membeli nya langsung disana, produknya berupa kapsul untuk berbagai keluhan seperti kolesterol, ginjal dan lain-lain.

IMG_5908

Kembali ke design rumah ini…atap curam berhias ornamen berbahan kayu sepertinya dibawah ini ada semacam attic, I wish I can finally see the inside tho…pintu masuk utama di kanan kiri terdapat kaca patri, yang utuh hanya yang bagian kanan, bagian kiri nampaknya berusaha direplika namun dengan gambar dan kualitas berbeda.

It was a relaxing afternoon walk in Sagan…lovely neighborhood I might say…kembali ke Flip Burger makanan enak Warung Endes sudah menanti…and tastes great!!!

Lanjut cerita dalam potongan lain yah…

#travel #traveling #traveler #travelgram #wanderlust #yogya #yogyakarta #jogja #jogjakarta #sejarah #sagan #flipburgerjogja #colonialhouses #colonialbuilding #drsardjito #rumahtua #myheritagetrip #arsitektur #architecture #travelblog #dutcheastindies #cagarbudaya #heritage #saveheritage #tripkejogja #ayojalan

 

 

Moon Till Land…

IMG_6169

I had this joke with one of my best friend here in Bali, he is coming from this lil’ town called Muntilan in Central Java near Yogyakarta, I called him Dindah, to make it sound better and cool so we rewrite Muntilan as Moon Till Land 🙂

I know this lil’ town they have a so much to tell when it comes to colonial legacy, especially the buildings, you can sense this small town is one of those important city in Dutch East Indies at that time, this time around I did not want to miss out this city from my list in search of some colonial buildings.

Persinggahan pertama adalah sebuah warung soto yang menurut sahabat Saya, endolll…alias enak…soto atau sop bening ini dimakan dengan daging yang terpisah, pilihan ada daging sapi dimasak empal dan satu lagi adalah oseng paru, taste so good…especially we had nothing before we depart from Yogyakarta early morning.

Just next to this Warung Sop, we saw kinda cool mural disebuah ruko atau rumah tua, gambar mural ini sengaja dibuat sedemikian rupa diatas sebuah pintu bergaya Jawa, pretty cool tho and I did not expect to find it in Muntilan.

Not very far from this Warung Sop, we decided to have a look at some Klenteng, pintu gerbang Klenteng Hok An Kiong ini cukup mencolok karena skala yang besar dan tepat berada di jalan raya, berdasarkan catatan yang ada nama Klenteng merupakan paduan dari 3 nama HOK (rejeki), AN (selamat), KIONG (istana) jika dibaca secara harafiah Istana Rejeki dan Keselamatan.

IMG_6170

Klenteng Hok An Kiong semula berada di Selatan kota Muntilan dibangun pada tahun 1878 bersebelahan dengan Pasar Muntilan, tetapi kemudian pada tahun 1906 dipindahkan ke posisi sekarang berada di Utara kota di Jalan Pemuda ini, tahun 1929 dilakukan renovasi sehingga menemu bentuknya seperti sekarang (small renovation tho).  Yang menarik adalah disini ada tempat pembakaran hio (Hiolo) terbesar se-Asia tenggara dan terbesar kedua di dunia (magelangonline.com)

Kemudian perjalan kami lanjutkan ke bagian lain kota Muntilan, plan kami adalah ingin mencari kuburan martir pertama di Indonesia yakni Romo Sandjaya, karena disitu ada beberapa bangunan kolonial yang menarik untuk dibahas.

Diperjalanan kami menemukan beberapa rumah dan bangunan yang sangat menyenangkan untuk dilihat, bangunan kolonial di kota ini cukup banyak, salah satu nya Saya menyempatkan memoto dan difoto di 2 rumah, 1 rumah sangat menarik karena di fasad depan rumah terdapat sebuah nama HUIZE THERESIA, what a lovely colonial house.

IMG_6189

Bisa dibayangkan, masa lalu mungkin rumah ini memiliki halaman yang cukup luas atau setidaknya tidak seperti sekarang yang bahkan jendela kamar depan pun hampir berada di trotoar 🙂 right next to this old house there was akinda 1950s house with a chevron pattern door, of course we had to take a picture here haha

IMG_6188

Perjalanan mengeskplore kota Muntilan kami lanjutkan dalam perjalan pulang ke Yogyakarta dari Parakan, dan kami tiba sore di sebuah Gereja yang memiliki desain yang sangat khas, berupa lengkungan-lengkungan lugas baik di fasad depan bahkan di selasar.

Gereja Katolik Santo Antonius Padua Muntilan dan beberapa tempat di area yang sama dan masih dalam satu kesatuan Kolese Xaverius dari ordo Jesuit, jika membaca beberapa sumber gereja didirikan oleh Pastor Fanciscus Gregorius Josephus van Lith SJ, beliau juga yang merupakan pionir dalam penyebaran agama Katolik di Jawa, dahulu para misionaris di Hindia Belanda menghindari melakukan penyebaran agama Katolik di Jawa dikarenakan pada saat itu dikuasai oleh VOC yang tidak terbuka terhadap Katolik, sehingga para misionaris lebih memilih menyebarkan di pulau lain di Hindia Belanda.

Pater Jezuiten,Moentilan 1930

Van Lith datang ke Jawa tepatnya Semarang tahun 1896, namun beliau baru ke Muntilan tahun 1897 memulai usaha penyebaran Katolik, kemudian pada tahun 1911 didirikan lah Kolese Xaverius ini untuk menampung murid-muridnya yang semakin lama semakin banyak.

Gereja Santo Antonius sendiri diresmikan pada 25 Maret 1915 desain dikerjakan oleh M.J Hulswit, beliau adalah arsitek terkenal di Hindia Belanda pada masa nya ada banyak bangunan gereja yang beliau bangun termasuk beberapa gedung Javasche Bank.

Dilihat dari koleksi foto KITLV tidak banyak yang berubah dari bangunan Gereja ini, semua sama, kecuali kolam teratai diatas sekarang jadi lebih tinggi dan tidak nampak teratai lagi tapi disitu kita bisa melihat patung perunggu Pastor van Lith membelakangi Museum Misi Muntilan.

IMG_6351

Memasuki gerbang Kolese Xaverius, kita baru bisa melihat Gereja ini secara menyeluruh, karena letak nya yang berada di bahu kiri, ada banyak lengkungan di Gereja ini, lengkungan yang berulang dan terdapat 2 menara kecil mengapit menara yang jauh lebih besar di tengah…one thing that caught my attention also the main door to this church, those ornamental wrought iron are so simple yet very beautiful.

IMG_6352

Berjalan sedikit ke menjauh dari Gereja Santo Antonius, kita akan menemukan sebuah rumah besar indah dan kokoh, tersembunyi dibalik pohon rimbun, dan ini adalah Gedung Pastoran.

IMG_6364

Bangunan ini begitu terawat, ornamen garis berulang lugas sangat menarik untuk diperhatikan, diteras tergantung chandelier antik diatas satu set kursi tamu bergaya kuno, ketika mendongak ke atas bangunan ini ternyata terdiri dari 3 lantai, lantai 1 dan 2 hampir sama besar sementara lantai 3 berupa menara, yang memiliki akses dari samping berupa tangga beton, indah sekali…membayangkan masa lalu memandang hijaunya area Kolese Xaverius ini dari ketinggian.

IMG_6361

Sayup terdengar di kejauhan suara koor/choir sedang menyanyikan lagu pujian, tempat ini ketika kami datang sangat sepi, angin berhembus, hanya terdengan suara Bapak tua sedang menyapu membersihkan kebun, 3 orang anak SMP bercengkrama lirih, puas rasanya bisa menikmati gedung gedung indah ini dalam keadaan yang tenang.

Dari area Gereja dan Pastoran, kami berjalan ke arah Kerkhof (pemakaman Belanda) tujuan kami adalah untuk melihat kuburan Romo Sandjaya, martir pertama di Indonesia yang meninggal saat agresi militer ke-2 Belanda.

Dalam perjalan disebelah kiri setelah melewati lapangan sepak bola berumput, kita akan menemukan bangunan kolonial lain, ini adalah Bruderan milik ordo FIC (kepanjangan dari Fratres Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis – Brothers of the Immaculate Conception of Blessed Virgin Mary – bruderfic.or.id), bangunan nya Bruderan ini diresmikan pada 8 September 1931, menara ditengah yang unik menandai gedung ini, mendekati bagian pintu masuk utama kita akan melihat kaca patri bertuliskan S PETRUS CANICIUS, naik ke atas lagi ada deretan kaca patri bergaya Art Deco yang Saya yakin jika kita berada di dalam dan menerawang ke luar kita bisa melihat warna warni kaca patri tersebut, atau melalui penerangan di malam hari.

IMG_6365

Perjalan kami berakhir di area Kerkhof, komplek pemakaman masyarakat Eropa ini atau penganut agama Katolik ini berada tepat di ujung jalan disebelah Bruderan FIC, disini terdapat kuburan Romo Sandjaya, martir pertama berkebangsaan Indonesia juga terdapat kuburan dari Kardinal Darmojuwono, first Indonesian Cardinal dan juga kuburan dari Romo van Lith pendiri Kolese Xaverius yang meninggal di Semarang pada tahun 1926.

IMG_6373

Ada beberapa bangunan lain yang kami belum sempat kunjungi di area ini, perhaps next time for sure I will explore more…and wandering around old buildings is kinda meditating moment for me for sure…always gives me those happy feeling!

#muntilan #kotapusaka #jawatengah #indonesia #heritage #saveheritage #cagarbudaya #bangunancagarbudaya #sejarah #history #story #oldmansion #indischestijl #arsitektur #architecture  #myheritagetrip #lostandwander1976 #wanderlust #travel #traveler #traveling # #travelgram #church #kerkhof #catholicchurch #dutcheastindies #hindiabelanda #catholic #gerejakatoliksantoantoniusmuntilan #pastoran #bruderanfic #bruderan #lestarikanbangunantua #bangunantua #bangunanbersejarah

 

Istana Kecil di Temanggung

10428156_1105541156122954_1114168762319610313_o

On our way to Parakan, we made stops in Temanggung, another small town in Central Java with charming colonial buildings here and there.

Temanggung sendiri dahulu merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, dahulu namanya adalah Kabupaten Menoreh, nama berubah menjadi Temanggung dikarenakan beberapa hal salah satu nya adalah dikarenakan di Magelang juga ada sebuah daerah bernama Menoreh, kemudian berdasarkan Surat Pemerintah Hindia Belanda 10 November 1834 berubah menjadi Kabupaten Temanggung.

Anyway, Saya ingin menceritakan sebuah rumah di jalan besar di Temanggung ini, tepatnya di Jalan Diponegoro pas disebuah sudut di perempatan terdapat rumah seperti istana kecil, rumah ini sangat mencolok dikarenakan skala yang dan desain arsitekturnya mengingatkan kita pada sebuah istana kecil.

Rumah yang berumur hampir 150 tahun ini bercat putih dengan ornamen biru mengihiasi di setiap sudut, halamanya luas, bangunannya berada di tengah-tengah, jarak antara rumah ke jalan besar cukup lebar sehingga rumah terlihat begitu indah.

IMG_6280

Dihimpun dari berbagai tulisan termasuk dari teman baik sesama pecinta rumah tua yakni Mas Sigit melalui IG account nya @vintage_colony, rumah ini dibangun pada sekitar tahun 1870 (148 tahun…amazing!) dibangun oleh saudagar rembakau kaya raya bernama Lie Tiauw Ing, rumah ini memiliki langgam Indische Empire Stijl sebuah langgam yang sangat digemari Gubernur Jendral masa itu yakni Hermann Willem Daendels, pada masa itu Kerajaan Belanda berada dibawah kekuasaan Kekaisaran Napoleon sehingga hampir semua bangunan diwilayah kekuasaan Kekaisaran Napoleon termasuk Hindia Belanda mengadaptasi langgam ini, langgam yang menunjukkan gaya Prancis.

Rumah indah ini masih dimiliki dan dijadikan rumah tinggal keturunan dari Lie Tiauw Ing, Bapak Kuswanto Setjodiningrat yang merupakan keturunan ke-7 adalah pemilik rumah ini sekarang, beliau tidak berbisnis tembakau seperti leluhurnya melainkan sekarang beliau sukses berbisnis gas LPG (elpiji) dan Pom Bensin.

IMG_6284

Rumah ini layak disebut sebuah Istana Kecil di Temanggung, details yang luar biasa masih terjaga, sangat menyenangkan untuk diperhatikan.

Empat pilar kokoh penopang beranda depan, ornamen sepanjang kanopi maupun disekeliling rumah, penopang kanopi yang terbuat dari baja yang melengkung, hingga lampu chandelier yang menggantung di teras rumah menambah kesan anggun pada rumah hampir berumur 150 tahun ini.

Ada beberapa set kursi disini dan beberapa pot berisi tanaman hijau menghiasi beranda termasuk dua candelabra di kanan kiri pintu bagian tengah, seperti biasa rumah kolonial memiliki desain yang simetris,  pintu sama besar berderet dengan daun pintu yang berlapis, satu terbuat dari kayu berongga dan lapisan kedua daun pintu berkaca.

Sayang, Saya tidak bisa menemui Pak Kuswanto Setjodiningrat yang kabarnya sangat ramah dan suka sekali bercerita tentang keluarganya ini, beliau pada saat itu sedang berada di kantor nya yang tidak jauh sebenarnya dari rumah ini.

Saya hanya bisa mengintip lihat lewat jendela besar di sisi kanan dan kiri rumah indah ini, terlihat nampaknya pengaturan interior di dalam rumah pun dibuat simetris, terdapat 2 cermin besar di dinding khas kolonial dan lampu kristal menggantung dan hanya bisa mengagumi sampai di teras besar dan terawat.

IMG_6281

Pada masanya mungkin memang ini termasuk rumah termegah, cukup menarik memperhatikan arsitektur yang dipilih karena biasanya keluarga berdarah Peranakan lebih menyukai gaya Tionghoa atau ruko/shophouse daripada bentuk yang jaul lebih Eropa.

Bangunan bagian kanan kiri dan bagian belakang, nampaknya memiliki bantuk yang jauh lebih modern, tetapi sama sekali tidak mengganggu keindahan rumah utama, karena Sang Pemilik memilih warna dan tinggi bangunan yang tidak mencolok dan juga jarah antara bangunan baru tambahan ke rumah utama cukup lebar.

Semoga rumah indah ini terus lestari, dan Pak Kuswanto Setjodiningrat diberikan kesehatan sehingga rumah ini bisa terus dikagumi sepanjang masa!

#temanggung #kotapusaka #jawatengah #indonesia #heritage #saveheritage #cagarbudaya #bangunancagarbudaya #sejarah #history #story #oldmansion #indischestijl #arsitektur #architecture #chinatown #pecinan #myheritagetrip #lostandwander1976 #wanderlust #travel #traveler #traveling # #travelgram #indischestijl #empirestyle #indischeempirestyle

Omah Tjandie in Parakan

IMG_6337

Pagi itu, sesampai Kami di Parakan, udara segar menerpa…udara khas sebuah daerah di kaki pegunungan…dikejauhan kita masih bisa melihat Gunung Sumbing, area Gambiran memiliki jalanan yang tidak begitu besar tapi mengingat ini adalah kota kecil yah…tapi pagi itu jalanan cukup sibuk dengan motor dan mobil lalu lalang.

We actually have no clue at all where to find the Omah Tjandie or Rumah Kungfu some people says…luckily we met a very friendly old man just near where we parked our car, he was seating just in front of his shop, with his big smiles he welcomed us…”Bapak tau Omah Tjandie?” kemudian Bapak Tua ini kebingungan, tetapi setelah saya menyebutkan rumah Pendekar Kungfu, kemudian beliau dengan ramah menunjukkan arah jalan “Jalan ketiga di sebelah kanan, nanti ada di kanan jalan yah…!”

Berbekal petunjuk dari Bapak Tua dan tentu teman baik sesama pecinta sejarah yakni Halim Santoso, we tried to figure out where is this house, indeed the house from the outside just like any other ordinary house with light brown paint…oh well fortunately people here are so approachable and friendly, so you won’t get lost I might say, just ask them and they will happily to show you where it is.

Singkat cerita kami bertemu dengan Ci Loan begitu beliau memanggil dirinya, mempersilahkan kami masuk dan kemudian bercerita sambil menunjukkan buku yang bercerita kisah Pendekar Kunthaw yang “nyasar”ke kaki Gunung Sumbing, menetap dan kemudian mendirikan perguruan “Garuda Emas”sounds very exotic yah ceritanya…

Kami duduk di teras rumah berusia lebih dari seratus tahun, kira-kira rumah ini dibangun tahun 1850an, sambil membuka-buka buku kisah Pendekar Kuthaw bernama Lauw Djeng Tie (1855 – 1921), dahulu berdasarkan cerita Lauw Djeng Tie “kabur”ke Hindia Belanda dan kemudian mencoba peruntungan sebagai penjual obat, perjalan ini membawa beliau “terdampar” di beberpa kota sebemul pada akhirnya “berlabuh”di Parakan dan tinggal di rumah ini yang merupakan milik Hoo Tiang Bie.

Di rumah inilah Hoo Tiang Bie kemudian memperbolehkan mendirikan perguruan silat khas Tionghoa, Kungfu…masih terlihat dihalaman rumah tua ini besi tua tempat melatih kekuatan tubuh para pendekar, macam alat untuk senam/gymnastic :), di dalam rumah masih tersisa beberapa alat latihan lain seperti pedang dan tombak dan senjata tajam lain…Ci Loan menceritakan bahwa ada banyak yang hilang dikarenakan dahulu para murid kerap lupa mengembalikan setelah latian 🙂

Sekarang Perguruan Kungfu Garuda Mas sudah tidak menghasilkan pendekar-pendekar Kungfu dari lereng Gunung Sumbing lagi melainkan banting stir membuat kue dan memproduksi minyak oles berwajah Sang Pendekar.

Semoga cerita tentang Pendekar Kunthaw asal Hokkien Tiongkok ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, dan semoga rumah ini tetap terjaga dan semoga para keturuannya dari keluarga Hoo Tiang Bie maupun Lauw Djeng Tie tetap ramah dan humble menerima setiap örang asing”yang ingin tau kisah Pendekar Kungfu dari Lereng Gunung Sumbing ini.

IMG_6333

#parakan #kotapusaka #jawatengah #indonesia #heritage #saveheritage #cagarbudaya #bangunancagarbudaya #sejarah #history #story #kungfu #kunthaw #pendekarkungfu #gunungsumbing #oldmansion #indischestijl #arsitektur #architecture #chinatown #pecinan #gambiran #myheritagetrip #lostandwander1976 #wanderlust #travel #traveler #traveling # #travelgram #centraljava #heritage #temanggung

Rumah Gambiran di Parakan

IMG_6296

Rumah Gambiran demikian sebagian orang menyebutnya, tapi ada pula yang menyebutnya Rumah Bhante, karena sejak tahun 2006 rumah ini dimiliki oleh Ekayana Buddhist Centre sebagai tempat kegiatan retreat para bhante atau biksu dari berbagai kota.

This mansion would probably the most well-preserved old mansion in Indonesia, betapa setiap sudut nampak sangat bersih dan terpelihara dengan amat sangat baik, dari mulai cat rumah, lantai, interior dengan perabotannya terpelihara teramat baik.

Rumah Gambiran yang letaknya di area Pecinan di kota kecil Parakan memang letaknya di area Jalan Gambiran, rumah ini unik dikarenakan memiliki 2 langgam yang berbeda dalam satu lingkungan atau compound yang sama, satu rumah berlanggam Indische Stijl dan satu rumah lagi berlanggam Tionghoa yang terpisah oleh courtyard atau halaman tengah sementara kanan kiri bangunan terdapat ruangan-ruangan yang dahulu nya merupakan area service.

Rumah dengan langgam Indische dibangun jauh lebih lama daripada rumah berlanggam Tionghoa, posisi mereka saling membelakangi, satu menghadap utara dan satu menghadap ke selatan.

IMG_6304

Entah didirikan tahun berapa tepatnya rumah bergaya Indische ini, yang pasti pada tahun 1890 rumah ini sudah berdiri megah, seperti dalam buku yang Saya baca berjudul Chinese Houses in South East Asia, rumah ini dahulu dimiliki oleh pengusaha imigran asal Hokkian Tiongkok bernama Siek Tiauw Kie, tentu saja sejarahnya amat sangat panjang yah, hanya saja bisa disimpulkan bahwa rumah ini memang sengaja dibuat untuk mengakomodir keluarga yang cukup besar, dikabarkan Siek Tiauw Kie memiliki beberapa istri berdarah Tionghoa di Parakan sehingga diperlukan rumah yang memadai barangkali untuk menampung keluarga besarnya tersebut.

Rumah bergaya Indische ini menghadap ke Gunung Sumbing di utara gambar di atas adalah teras belakang sebenarnya, yang menghadap ke courtyard, detail bangunan jelas amat sangat menghadaptasi percampuran Eropa, Jawa dan Tionghoa, sangat cantik dan simetrikal, bagian depan rumah ini memiliki 3 bukaan besar yang menghubungkan dengan ruang dalam, bagian tengah diisi dengan ruang keluarga yang memanjang semantara kanan dan kiri berupa kamar kamar yang disekat oleh dinding.

IMG_6325

Teras belakang lebih banyak dihiasi perabotan dibanding teras bagian depan, kemungkinan hal ini dikarenakna area ini lebih banyak digunakan dibanding area teras depan rumah, dua candelabra besar menghiasi pintu bagian tengah, kanan kiri terdapat lukisan dengan frame oval berisi lukisan bergaya Tionghoa, kursi antik menghiasi bagian ini, lampu gantung sengaja memakai lampu gantung bergaya Jawa.

Kita kembali ke teras bagian depan yang menghadap ke Gunung Sumbing di utara, bagian teras depan ini tidak begittu banyak ornamen, lebih terbuka, ditopang bebrapa pilar baja ramping dengan detail khas Indische Stijl, kaopi dihiasi dengan ornamen besi disetiap sisi nya, jika dipikir mungkin tahun pembuatan rumah ini bisa jadi hampir sama masa nya dengan rumah yang dimiliki oleh Pak Kuswanto Setjadiningrat di Temanggung, nanti akan Saya ceritakan yah 🙂

Dari teras ini bisa memandang dengan jelas Gunung Sumbing dikejauhan, terbayang masa lalu tentu rumah besar ini berdiri hampir tunggal dengan megah dimana Tuan Rumah dan Nyonya juga tamu bisa sambil duduk menikmati secangkir teh hangat dan memandang Gunung Sumbing sambil berbincang…indah!

Sekarang mari kita bicara tentang rumah kedua di Rumah Gambiran ini, rumah kedua berlanggam Tionghoa, rumah ini relatif lebih baru dibanding rumah berlanggam Indische, menurut catatan dibangun sekitar tahun 1905, rumah ini menghadap ke Selatan, ke arah Jalan Gambiran sekarang ini, dari luar rumah ini bahkan terlihat hampir seperti baru, karena memang sang pemilik rumah sekarang ini yakni dua kakak beradik yang adalah Biksu amat sangat memelihara kondisi rumah tua ini.

IMG_6309

Rumah kedua yang berlanggam Tionghoa ini memiliki detail yang juga indah, lebih berwarna, lebih memiliki banyak pattern, sangat Peranakan style…dibanyak sudut terdapat banyak ukiran, porselen yang syarat simbol dan cerita dan tentu sentuhan emas pun menghiasi rumah ini.

Menurut keterangan dari penjaga rumah yang sudah hampir 2.5 tahun bekerja mengurusi rumah ini, biasanya rumah ini dipakai oleh par biksu yang melakukan meditasi atau tetirah dan juga setahun sekali BCA mengadakan acara disini, rupanya bangunan indah ini juga bisa berfungsi sebagai function house.

Pasangan suami istri inilah yang menjaga dan membersihkan Rumah Gambiran, it came again to my surprise even the bedroom while unoccupied they are all very clean…can you imagine cleaning this grand mansion? Must be such dedication…

May this grand mansion lives on forever!

IMG_6237

#parakan #rumahgambiran #kotapusaka #jelajahkotapusaka #wanderlust #traveling #traveler #travelgram #travel #oldmansion #tionghoa #weekender #oldbuildings #oldhouses #architecture #arsitektur #interior #indischewoning #indischestijl #empirestijl #colonialhouse #peranaknastyle #dutcheastindies #dutchcolonialhouse #heritage #saveheritage #cagarbudaya #bangunancagarbudaya #buddhist #chinesehousesofsoutheastasia #indonesia #jawatengah #centraljava #antiques #history #story #myheritagetrip #heritage #temangguang

 

Parakan A Charming Little Town di Kaki Gunung Sumbing

IMG_6288

Ganti rencana itu udah biasa dalam hidup, apalgai ganti tujuan jalan-jalan 🙂 planning kali ini sebenarnya Saya ingin sekali mengunjungi Rumah Martha Tilaar di Gombong, tapi ternyata hari Senin itu tutup sehingga fixed harus ganti tujuan, dipilihlah Parakan, dikarenakan teracuni oleh teman baik sesama pecinta bangunan tua dan sejarah Mas Halim Santoso 🙂

And I was right, Parakan such a lovable small town filled with friendly people, there was a sense of comforting when I visited this little town yesterday.

Dari Yogyakarta ke Parakan kami tempuh selama kurang lebih 3 jam dikarenakan we wanted to have an easy and slow trip and made some stops along the way if we saw some old and interesting buildings or even food…we stopped by in Muntilan and Magelang as they also have pretty good looking Colonial Houses and buildings.

IMG_6286

Two things that caught to my attention beside their old, grand and well-preserved mansions are the people within this little town of Parakan, they are all courteous and friendly, very open and somehow you can sense they less judgmental, they smiled at you even the passers even people on motorbikes, they even made some efforts if you asked them for help to show some direction, I felt like in the 80s where Indonesian are so much friendlier and nicer…yet this city has a cool temperature all the way.

The other thing that caught our attention was, how clean all the houses are, they really taking care of their houses and neighborhood, even the abandoned houses their flooring are so clean and shiny.

Ah Parakan, how I love my weekend discovery!

#parakan #temanggung #oldcity #kotapusaka #jalurkotapusaka #sejarah #indonesia #wanderlust #travel #traveling #traveler #travelgram #oldhouses #oldmansion #arsitektur #architecture #pecinan #gambiran #chinatown #tionghoa #dutcheastindies #hindiabelanda #colonialhouses #colonialarchitecture #saveheritage #heritage #cagrbudaya #bangunancagrabudaya #kotacagarbudaya #myheritagetrip #weekender #oldbuildingsaficionado