Museum Bank Indonesia (MuBI)

One of those proper museum in Indonesia owned by Bank Indonesia, dibuka menjadi museum pada 2006, dengan ide memperkenalkan sejarah perbankan di Indonesia khususnya Bank Indonesia dan melestarikan bangunan cagar budaya milik Bank Indonesia!

Berada di Kota Tua Jakarta, hampir tepat di depan Stasiun Jakarta Kota, museum ini memiliki gedung indah khas masa kolonial.

Tepat di lokasi ini, dahulu berdiri sebuah rumah sakit Binnenhospitaal yang berdiri pada 1643, setelah hampir 160 tahun kemudian rumah sakit ini tutup pada 1808, kemudian pada 1828 gedung kuno bekas rumah sakit ini disewa oleh De Javasche Bank, tepat pada tahun dimana De Javasche Bank ini didirikan (24 Januari 1828), berselang 2 tahun pada 1830 rumah sakit ini dibeli oleh De Javasche Bank seharga 45,000 Gulden.

Setelah 80 tahun menempati bekas Binnenhospital, kemudian de Javasche Bank mulai melakukan perombakan pada bangunan lama, dimulai dengan beberapa tahap, pada 1910 kemudian 1922 dan terakhir di 1933, sebelum dilakukan perombakan, G. Vissering (Presiden Direktur De Javasche Bank) menunjuk Eduard Cuypers sebagai arsiteknya pada 1909, bukan hanya memikirkan secara arsitektural tetapi juga bagaimana arsitektur gedung De Javasche Bank ini menjadi identitas baru di seluruh Hindia Belanda ketika itu, bangunan yang sekarang ini adalah hasil dari perombakan terakhir di tahun 1930an tersebut, dengan ornamen tambahan khas bernuansa Nusantara.

Di lihat dari gambar dari sumber seperti Troppenmuseum/KITLV dibagian tengah terdapat menara dan facade nampak lebih tinggi dengan bagian depan tanpa portico, dan nampak nya akses ke dalam gedung di dari dua pintu besar di kanan kiri dengan kanopi melengkung (photo dibawah dari koleksi Troppenmusem kemungkinan diambil sekitar 1920an, masih dengan desain awal).

Secara keseluruhan identitas bangunan De Javasche Bank ini dikerjakan oleh Biro Arsitek Architecten Bureau Ed. Cuypers & Hulswit seperti terlihat di sebuah plakat di area pintu masuk utama menuju tangga tepat ditengah bangunan, jangan lupa untuk mencari plakat berbahan keramik ini ya 🙂

Mari kita mulai perjalanan mengagumi arsitektural Museum Bank Indonesia ini dari bagian exterior.

Exterior gedung bekas De Javasche Bank ini memiliki desain khas klasik kolonial, yang menarik adalah beberapa bagian memiliki ornamen tambahan khas Nusantara, seperyi ukiran Kala misalnya, dan berbagai ornamen flora lain yang mengadaptasi budaya Nusantara khususnya Jawa (?), bangunan kokoh ini memiliki inner court terbuka, I do not mind going back again & again to visit and admire the architecture of this building.

Bagian lobby, terletak di tengah bangunan, ketika memasuki bangunan ini akan disambut tangga dengan railing besi dan pilar keramik glasur, indah sekali, dan ketika kita menengok ke belakang akan terlihat deretan kaca patri indah, menurut catatan di MuBI, ada sekitar 314 kaca patri di gedung ini dan semua dibuat di atelier Jan Schouten, Delft, Negeri Belanda pada 1922 – 1935, permukaan kaca dibuat tidak teratur, untuk membiaskan warna terutama ketika cahaya matahari menerpa bagian gedung.

Jendela dengankaca patri lain adalah di salah satu sayap bangunan tepatnya di tangga penghubung dari lantai satu ke lantai 2, terdapat kaca patri Dewa Hermes dibagian tengah atas dan dibagian bawah terdapat keterangan berdirinya De Javasche Bank – De Javasche Bank Opgericht Anno 1828, kemudian terdapat 3 lambang kota dimana De Javasche Bank ini berdiri – SOERABAJA (Surabaya) – BATAVIA – SAMARANG (Semarang), indah sekali.

Nah tepat di sebrang kaca patri ini (perhatikan) ada sebuah tugu terbuat dari batu marmer bertuliskan bahasa latin – SEDULA PROPELLIT COLUMENQUE DECUSQUE MINISTRAT ARGENTARIA DUX ARTIBUS ATQUE COMES – artinya : “Bank yang aktif mendirikan tiang-tiang dan menjunjung seni hiasmenjadi pelopor pendukung kesenian”, totem berbahan marmer merah mudah ini menandakan penghargaan kepada De Javasche Bank yang sudah bisa menghadirkan identias sebuah lembaga perbankan dengan indah, totem ini didirikan pada 1922, di masa renovasi kedua bagi gedung ini.

Ruangan pertama yang akan dimasuki pengunjung adalah area yang pada masa lalu merupakan area teller, terdapat ruangan-ruangan kecil berjeruji untuk keperluan penyetoran para nasabah, tempat duduk built-in menarik buat diperhatikan termasuk meja yang menempel di dinding, juga ornamen kaca patri pola kotak sederhana tapi kaya akan warna!

Lorong-lorong panjang terbuka menghadap ke inner court, dihiasi pilar-pilar tinggi dan dibeberapa pilar terdapat ornamen berupa keramik berglasur, hal yang jangan dilupakan untuk diperhatikan ketika mengunjungi Museum Bank Indonesia ini.

Satu bangunan yang besar dan indah adalah Green Room, yang pada awalnya merupakan bagian dari Binnenhospitaal ketika pertama kali De Javasche Bank menempati gedung ini, dan sejak dahulu memang gedung ini menjadi ruang rapat direksi, perhatikan sebuah built-in jam di dinding dibagian tengah, indah sekali, tertanda tahuan 1828 – 1928 peringatan 80 tahun De Javasche Bank, mengapa hijau dan mengapa keramik? Semua ini menjadi masuk diakal ketika membaca keterangan di dalam ruangan ini, green color gave those soothing effects, dan tentu keramik berglasur ini memiliki efek pendingin ruangan selain atap yang tinggi dan bovenlicht/ventilasi udara dengan ornamen kaca patri, coba sentuh dinding ruangan ini, adem! Renovasi ruangan ini dilakukan pada tahap kedua di tahun 1922, dan berdasar catatan dahulu di ruangan ini terdapat lukisan besar Ratu Wilhelmina dan Presiden Direktur De Javasche Bank yang sedang menjabat.

Hal yang menarik di Green Room ini adalah deretan kaca patri di bovenlicht/ventilasi udara, dengan highlight berbagai simbol dari hasil bumi di Hindia Belanda yang ketika itu menjadi komoditas utama dan tentu menjadi alat pemasukan bagi Pemerintah Hindia Belanda sang penguasa di Nusantara, apa saja simbol tersebut? SAGU (Sago) – NILA (Indigo) – KAPAS (Katoen) – GULA (Suiker) – PISANG (Bananen) – COKELAT (Cacao) – KOPI (Koffie), sayang dalam perkembangannya beberapa simbol atau kaca patri ini rusak, sehingga diganti dengan kaca berwarna merah (kosong tanpa gambar) dan belum sempat terdokumentasikan, masih dalam penelitian pihak Museum Bank Indonesia!

Pengunjung selain akan memasuki ruang display berbagai artefak, juga akan melewati berbagai ruangan yang memang dahulu berfungsi sebagai kantor, betapa kantor di masa lalu di desain dengan sangat thoughtful, seperti built-in cabinets, kapstok (gantungan baju), hingga hidden wash basin alias wastafel tersebunyi di dalam salah satu kabinet/lemari, tentu dengan sentuhan kaca patri indah walaupun berbentuk sangat sederhana tanpa pola, alias polosan.

Bagian akhir dari perjalanan di MuBI ini adalah area dimana dahulu merupakan area yang sama dengan ketika kita memulai perjalan menyusuri bangunan ini yakni area teller, hanya saja di area akhir terdapat area display tentang seluk-beluk bangunan ini, seperti maket gedung, ornamen, kisah tentang arsitek, dan kemudian kita akan masuk ke area cinderamata yang merupakan area teller pada masa lalu, perhatikan bagian jeruji dan bagian dinding juga kaca patri disini, indah sekali.

De Javasche Bank yang merupakan cikal bakal Bank Indonesia (Central Bank of Indonesia), Museum Bank Indonesia (MuBI) buka setiap hari keculai hari Senin dan hari libur nasional, dari jam 08.00 – 15.00 dan ada waktu jeda jam 12.00 – 13.00, dengan hanya membayar IDR 5000 kita bisa melihat dan terutama buat saya adalah mengagumi arsitektur bekas De Javasche Bank ini, precious indeed!

Foto dibawah berasal dari koleksi Troppenmuseum, gedung De Javasche Bank di Batavia 3 tahun setelah selesai tahap revonasi terakhir, pretty much the building you will see today if you are visiting the Museum Bank Indonesia!

Berbagai data dan cerita dikumpulkan dari berbagai sumber termasuk Museum Bank Indonesia.

#museumbankindonesia #mubi #bankindonesia #eduardcuypers #fermontcuypershulswitt #hindiabelanda #dutchcolonialbuilding #museum #musee #arsitektur #architecture #heritagebuilding #saveheritage #bangunancagarbudaya #architecturephotography #traveling #travel #traveler #travelphotography #travelgram

Parting Ways!

(Hoff Coffee Brewers, 42 Ly Tu Trong – Ho Chi Minh City)

Perhaps there are times when you need to take a big leap of faith.

I finally took the courage to resigned from a company after 10+ years, a bittersweet moment indeed, but somehow I feel liberated, do I scared afterwards? I do, there’s a hint of this scare of the unknown, but when I think about the freedom that I would have, then I feel fine!

Grateful for every single moment I have during my time at DFS, meeting great team from different part of the world, opportunity traveling around the world for work from drop dead beautiful Venice to beautifully weird Myanmar, relocating to Siem Reap for over a year, Ho Chi Minh City for over 2 years, damn I have one great career 🙂

Taking care of same the market for 10+ years (Indonesia, Vietnam, Cambodia, Myanmar and towards end of my tenure also Singapore) has been nothing sort of great memories I will forever treasure!

The longest relationship I had by far 😛

Now, I am pretty much counting my days to be back home, doa gue yang tidak pernah berubah ketika gue punya pekerjaan ini dan nanti post corporate life pretty much the same “Semoga Gusti Allah selalu memberikan rasa cukup buat saya, hati tenang dan damai…aamiin!”

This time, I bought one way ticket home even months before I tender my resignation, that’s how I’m really sure about my decision 🙂 I am coming back home, there is a sense of comfort when I think about it, a plane ride away, I will be home soon!

“After all, seasons change, so do cities; people come into your life and people go. But it’s comforting to know that the ones you love are always in your heart. And if you’re very lucky, a plane ride away.” – Carrie Bradshaw – SATC Season 4 Episode 18 – I Heart NY

Bali, 2 September 2013 – Ho Chi Minh City, 10 May 2024

Somehow, many times, I almost gave up the idea that I could one day falling in love again…

Pretty long for a title 🙂 pretty much sums up the story itself.

I just finished binge watching Heartstopper, 2 seasons in two evenings…the kind of series that made me feel good yet somehow mellowy, kinda series that throwing you back to the past when you felt those kinda feeling, great ones…

Oh may we will never had any sad ending in our love life, we may all fall in love again, even tho it takes zillion years apart.

#heartstopper #netflixuk

Kisah Antara Bangkok dan Bandung

Main ke Bangkok kemaren kali ini sangat spesial karena berhasil berkunjung ke suatu “rumah” yang ada hubunganya dengan Bandung!

Bang Khun Phrom Palace

Bang Khun Phrom Palace, a national heritage to Kingdom of Thailand, sejak 1945 jadi bagian dari Bank of Thailand Museum hingga 2017 kemudian bangunan ini dikembalikan ke fungsi asal yakni Royal Residence hanya saja tetap jadi Museum.

Bang Khun Phrom Palace sendiri adalah sebuah Royal Residence yang letaknya berada di sisi timur Chao Phraya, terdapat dua bangunan utama yang disebut Tamnak Yai atau Royal Residence (gambar di atas) dan Tamnak Somdet atau Queen’s Residence, kediaman sang Queen Mother, Queen Sukhumala Marasri!

Bang Khun Phrom Palace ini adalah kediaman Pangeran Paribatra Sukhumbandhu beliau adalah anak ke-33 dan putera ke-13 dari Raja Rama V alias King Chulalongkorn.

Grand staircase at Bang Khun Phrom Palace

Kita cerita tentang bangunan nya dulu ya 🙂 Royal Residence ini dibangun pada 1901 hingga 1902, dengan gaya Neo Baroque/Rococo design sendiri dikerjakan oleh Mario Tamagno, hampir tidak ada sentuhan elemen Thai dibangunan ini, very European, it is fit for Royals! Indah sekali Istana kecil ini, terdiri dari dua lantai, lantai satu jika diperhatikan lebih banyak untuk service area, lantai dua untuk tinggal dan atau resepsi, kita pertama kali akan diajak masuk lewat pintu samping sebenarnya (bukan pintu utama) dan melalui selasar indah mirip enfilade dengan nuansa cat gading kekuningan dan hijau dengan sapuan detail emas/prada, hal yang membuat kagum dan saya yakin jika Tamu kenegaraan datang pun akan merasa kagum dengan grand staircase nya yang ampun cantik tapi gak berlebihan!

High ceiling dengan details indah menghiasi area grand staircase ini, details floral dengan sepuhan emas, berbaur indah dengan warna hijau dan kuning gading, yang ternyata warna warna ini adalah warna warna yang dimiliki Istana kecil ini ketika dulu ditinggali oleh Prince Paribatra Sukhumbandhu bersama keluarga, berhasil direstorasi dengan amat sangat baik sehingga mendapatkan penghargaan one of the best heritage restoration di Thailand.

Istana kecil ini menjadi rumah tinggal Prince Paribatra hingga tahun 1932, tahun 1932 terjadi sebuah revolusi tak berdarah di Thailand yang digerakan oleh Partai Rakyat yang kemudian menghapus bentuk kerajaan mutlak di Kerjaan Thailand, 24 Juni 1932, karena Prince Paribatra Sukhumbandhu dianggap sangat berpengaruh di Kerajaan Thailand maka beliau diasingkan ke Hindia Belanda, tepatnya ke Kota Bandung!

Hampir seluruh ruangan disini bisa kita kunjungi dan kita foto, kecuali Paribatra Room, ruangan ini hanya bisa kita kunjungi tapi tidak diperkenankan untuk foto, dikarenakan isi dari ruangan ini adalah barang pribadi dan memoriabilia dari Prince Paribatra Sukhumbandhu dan keluarga!

Ketika datang dan ngobrol dengan guide nya, gw dah bilang klo gw berasal dari Bandung, and this is one of the reason I really wanted to visit this house, dan dia bilang “Oh you will see DAHAPATI house in Paribatra Room” 🙂

Jika dibaca blog yang bercerita tentang Pangeran Paribatra, seorang penulis bernama Alex Ari, menceritakan secara detail bagaimana keluarga ini pindah ke Bandung dan hidup hingga berakhirnya penjajahan Jepang!

Pangeran Paribatra dan keluarga besar kemudian mengasingkan diri (diasingkan) ke Bandung mungkin kota ini dijadikan pilihan karena sang Ayah yakni Raja Chulalongkorn sudah beberapa kali ke Bandung, dan melihat jika Bandung sebuah kota yang menyenangkan, bisa jadi ya!

Jika kita baca tulisan tersebut dikisahkan jika Pangeran Paribatra tinggal bersama dua Istri beliau dan putera puteri beliau, tinggal di Jalan Njlandweg alias Jalan Cipaganti menempati tiga rumah berderet bernama DAHAPATI, PRESEBAN dan PANCAREKAN!

Waktu gw liat maket rumah dan melihat ada tulisan DAHAPATI rasanya seneng banget 🙂 senang karena relate dengan Kota Bandung dan kisah nya tentang Pangeran dari Siam yang diasingkan ke kota ini! Kita lanjut ya berdasarkan tulisan tersebut juga diceritakan jika sang Pangeran tiba di Kota Bandung dengan naik kapal laut Sibayak (koran De Locomotief, 8 Oktober 1932) dan kemudian diberitakan lagi pada koran De Locomotief pada 22 November 1932 Pangeran Paribatra sudah tercatat sebagai warga Bandung bersama anak dan 9 kerabat dari negeri Siam! Kita lanjut dulu ya tentang Bang Khun Phrom Palace 🙂 nanti kita cerita lagi tentang keluarga beliau!

One of the water fountain near the grand staircase, made of ceramic, looks like an ovary somehow, two mermaids playing harp and flute, down below sea creature or perhaps monster with an open mouth

Ruangan demi ruangan di design dengan indah, ada satu ruangan yang disebut Pink Room salah satu Tamu penting yang pernah diterima disini adalah the late Queen Elizabeth II, ruangan ini tidak terbuka tetapi bisa di lihat melalui kaca pembatas dan diperkenankan untuk kita foto, berisi lukisan dan tentu memorabilia keluarga dinasti Chakri, warna dinding powdery pink sangat indah dengan sentuhan detail emas/prada dan ruangan sebelah diisi dengan memorabilia lain juga patung lilin ukuran sebenarnya Pangeran Paribatra!

Dari ruangan Paribatra kita diajak ke rumah tambahan yang lebih baru dibangun pada 1913 melalui sebuah koridor semi terbuka di lantai 2, rumah ini disebut Tamnak Somdet atau Queen’s Residence alias rumah untuk Ratu yakni Ibu dari Pangeran Paribatra, Queen Sukhumala Marasri, beda nya rumah ini didesain dengan gaya Jugendstil alias Art Nouveau gaya Jerman oleh Karl Döhring, kita akan disuguhi sebuah fresco indah ketika memasuki lantai dua ini, ada lima orang gadis di lukisan dinding ini dengan muka Asia, nampaknya ini adalah puteri Pangeran Paribatra!

Dibanding main Residence alias Tamnak Yai memang ini lebih sederhana dan lebih modern pada masa nya – tapi tetap saja namanya rumah buat Ibu Ratu ya tetap indah 🙂 motif floral khas Art Nouveau menghiasi details ruangan seperti partisi juga stucco di langit langit, dari ruangan demi ruangan ini kemudian sang Ibu bisa langsung ke area taman belakang dengan pemandangan Chao Phraya!

Pangeran Paribatra lahir di Bangkok pada 29 Juni 1881 beliau diasingkan di Bandung pada 1932 hingga beliau menghembuskan nafas terakhir di Bandung pada 18 January 1944 masa pendudukan Jepang, menurut catatan jenazah beliau baru bisa kemudian dibawa kembali ke Bangkok sekitar 1948, keluarga besar beliau menurut tulisan Alex Ari setelah PD II berangsur pulang ke Thailand, ada satu yang kemudian tinggal di Bandung hingga tutup usia, beliau adalah Kraba Nilawongse, abdi dalem setia yang kemudian jadi saksi hidup selama Pangeran Paribatra dan keluarga hidup di Bandung, Kraba Nilawongse ikut serta ke Bandung ketika beliau berumur 15 tahun beliau merupakan anak dari dayang Ratu Sukhumala Marasri Ibu dari Pangeran Paribatra, bahkan beliau akhirnya menikah dengan orang Sunda bernama Durachman dan melahirkan sembilan putra putri, Kraba Nilawongse sendiri tinggal di rumah Dahapati menjadi dayang dari Putrì Prasongsom salah satu Istri Pangeran Paribatra.

Queen’s Residen or Tamnak Somdet seen from backyard/Chao Phraya

Rumah yang masih bertahan di Jalan Cipaganti nampaknya rumah DAHAPATI, karena pada akhirnya Kraba Nilawongse tinggal di rumah tersebut, rumah PRESEBAN dan PANCAREKAN di jual oleh keluarga Pangeran, sekarang rumah DAHAPATI jadi tempat makan sop buntut enak sekali yang mana memang pada Tahun 1976 membuka usaha rumah makan bersama anak nya dan Dapur DAHAPATI ada hingga saag ini 🙂

Dua rumah yang saling berhubungan secara historis, Bang Khun Phrom Palace dan Rumah DAHAPATI – kisah antara Bangkok dan Bandung!

Nanti kita bahas ya bagaimana cara berkunjung ke Bang Khun Phrom Palace ini!

Hatur Nuhun – Khabkhunnn

Love Stories

“Some love stories aren’t epic novels. Some are short stories. But that doesn’t make them any less filled with love.” —Carrie Bradshaw

I do have short ones, filled with love, so much love…I have to say couple of times in life…

Then I gotta think, would it be possible some people just pretty much destined in the end just to have not so many love stories, always short ones even no love stories at all?

Catatan di 2020

Goa Gong, Rabu, 22 April 2020 hampir tengah malam

Despite of uncertainties also boredom, indeed there many things I should be grateful, the fact I am healthy, still have a job while one of my counterpart early this week on Monday lost her job and it is shocked us, I am now more actives in doing almost regular sports at home, tried to cook and so far beyond edible :P, mom – sisters – nephews – nieces also relatives are all okay…and from time to time I can still can have a quick getaway to have my coffee.

There is nothing like this year…it has been emotionally draining, as you are pretty confuse with almost anything.

But I am glad I have pretty strong support system…and I am thanking all of my beloved silly friends.

It’s almost midnight, as usual I am listening to radio…and mind wander…

Hope we have better days ahead…

Besok curhat cinta cintaan ah

Catatan di 2020

Goa Gong, Senin 20 April 2020

In few years from now or perhaps a year from now, 2020 will be remembered as the hardest year ever.

Hampir tidak ada kepastian, yang pasti hanya ketidakpastian.

I keep chanting “this to shall pass away” and one day soon we’ll free.

In the meantime, we’ll take care each other thru virtual hugs & kisses.

Bismillah!

 

The Sunday Life

Just another random things to say on Sunday afternoon,

2019, seems such a pretty busy year, I am talking about my own plans here not work related, as work is work lah bok!

Let’s start from an Airbnb project in Yogyakarta, I dunno why I suddenly agreed on making it into a reality in 2019, the anxiety and excitement are all over places, Lost & Wander my linen lines for men now also for women also in 2019.

May God grant me with His strength and much love, may everything falls into right places as I expects.

Bismillah!

A Design Hotel, Artotel Jogja (a super latepost!)

Expect something like cool  mural and art exhibition or just plain cool interior, Artotel Jogja recently opened for business and it resonance a hip design hotel in the middle of Jogjakarta.

Seminggu yang lalu, I decided to have a long weekend getaway to Jogjakarta, and stayed at Artotel Jogjakrata due to couple of my fave hotels was fully booked…tapi rupanya keputusan tepat karena I just love the concept of Artotel Jogja, yes it is a typical city hotel but this one with a twist…

IMG_6429

Lobby Artotel Jogja sebenarnya tipikal city hotel seperti pada umumnya hanya saja terlihat berbeda karena pattern pada lantai juga mural yang berwarna dan playful dibelakang receptionist desk, perhatikan bagian langit-langit sengaja memiliki semacam instalasi yang terbuat dari anyaman rotan sintetis, berdasarkan keterangan Sales Executive nya konsep design Artotel Jogja memang terinpisrasi dari anyaman, sehingga ornamen anyaman pun melingkupi seluruh exterior hotel bertingkat ini.

Hal lain yang menarik diperhatikan di lobby adalah adanya brass slide alias prosotan berbentuk spiral bebahan tembaga keemasan dari lantai mezzanine ke lobby area and yessss you can also use this slide by the way…they will give you a piece of cloth to ride on so it will be much easier for you to slide…

img_6462.jpg

Masih di area lobby, sengaja disediakan area untuk exhibition jikalau ada event seni, juga dibagian sudut sebelah kanan terdapat sebuah merchandise shop, menjual Artotel merchandise atau kain kain seperti kain batik misalnya.

DI area lobby tepat disebelah receptionist diletakkan sebuah kursi anyam sintetis berbentuk seperti kertas lipat, dimana orang bisa duduk atau tidur bahkan sambil menikmati exhibition di areal tersebut, cukup menarik kursi ini karena sangat besar dan berbentuk seperti crumpled paper!

Ada bagian yang menarik untuk dijadikan background foto alias instagramable, sebuah tangga darurat yang menghubungkan lobby ke lantai selanjutnya yang tembus ke resto, tangga diwarnai seperti cat tembok yang bleberan 🙂

IMG_6010

Artotel ini memiliki beberapa outlet, seperti Rocca dan BART alias roof top bar yang pada saat kesana belum dibuka, Rocca sendiri melayani breakfast jika pagi hari, dan buka 24 jam, so for those who wants some comfort food or munching something late night you might want to consider this restaurant, with pretty cool interior I might say.

Terbagi menjadi dua bagian Rocca ini, indoor dan semi outdoor, indoor diisi oleh large art installation which is bold and colorful, mixed with their signature chairs made from tali plastik warna warni mengingatkan kursi jaman 80an.

IMG_6461

And how about the bedroom, better ask the one that overlooking to majestic Mount Merapi, sebuah hiburan tersendiri ketika bangun pagi…apalagi pas cuaca cerah.

I like the way the bed felt, not too soft not too hard, just perfect…the room also pretty spacious, clean and for sure you’ll see some murals.

IMG_5966

All & all loving this Artotel Jogja…

IMG_6108

#artoteljogja #artotelhotels #jogja #yogyakarta #travel #traveling #traveler #travelgram #liburan #hotel #cityhotel #lostandwander1976

Tidur Di Ruko Jaman Belanda di Kota Lama Semarang

Tahun ini kembali bisa jalan jalan ke kota favorit di Jawa, Semarang, Jogja, Solo…sebenarnya udah lama sih traveling nya cuman baru sekarang bisa kejadian nulis nya…se perhaps let’s mengingat-ngingat kembali apa yang Saya lihat dan rasa.

Sudah lama ingin tinggal di airbnb di kawasan Kota Lama Semarang ini, nama airbnb nya Spiegel Studio Home, yeappp nama yang sama dengan sebuah bar atau bistro terkenal di Semarang yang menempati bangunan cagar budaya, Spiegel Bistro, dan akhirnya kemarin kejadian juga stay disana…and I just loved it!

IMG_1618

Sepertinya ruko atau shophouse ini dibangun pada abad 19, dilihat dari struktur bahkan lantai kayu dan langit-langitnya, namun entah pastinya kapan.

Menempati lantai 2, Spiegel Home Studio ini memiliki luas yang maha luas untuk ukuran airbnb untuk kapsitas 3 orang, karena menggunakna hampir 3/4 bangunan lantai 2 ruko tua ini.

Interior di desain dengan hangat dan modern, tidak ada kesan tua sama sekali, mungkin supaya tamu yang menginap tidak merasa takut yah dengan interior bergaya Eropa/Amerika ini…gambar di bawah ini adalah tangga kayu tua menuju ke lantai 2, pretty instagramable right? Haha…me personally love this staircase…classic!

Layout sebenarnya sangat sederhan, terbagi menjadi 4 ruangan berbeda, ruangan besar yang terbagi menjadi living room tempat nonton tv, dapur dengan island nya yang menyenangkan dan kulkas semavma SMEG (tapi bukan SMEG sih ahaha), dan tempat makan dengan meja yang cukup buat rame rame.

 

Ruangan lain adalah patio luar tempat hangout cuman karena ini di wilayah deket laut dan typically Kota Lama Semarang punya saluran air yang kurang baik jadinya banyak nyamuk kalo nongkrong di luar.

IMG_1612

Bagian lain adalah kamar mandi yang luas berada agak naik, dramatis dengan hiasan tirai dibalik sliding door dua pintu, super spacious and yeappp super clean!

Nah bagian yang ditunggu adalah tentu kamar tidur yang luas lengkap dengan lemari memanjang dan sofa dan rug berbulu, kamar ini menghadap ke jalan tepatnya memandang bangunan kosong yang sebenarnya akan bagus kalau tidak ada karena bisa langsung melihat indahnya Gereja Blenduk.

Kamar nya menyenangkan dan hangat, ranjang queen size, sofa, lemari yang cukup untuk baju tinggal sebulan hahha…dan AC yang dingin…dan gak usah takut karena kamr ini berada menghadap langsung ke jalan jadinya tidak terasa sepi, bahkan masih bisa mendengarkan (kadang-kadang) security yang sedang jaga lagi ngobrol…jendela panjang kaca sepanjang kamar ini pun membantu kamar ter-expose cahaya yang banyak.

IMG_1606

No need to be scared of ghosts if you plan to sleep over at some old buildings, just think about those beautiful tiles and structure 🙂 somehow it’s relaxing!

Here at Spiegel Home Studio, worry no more as the security guards will be around 24 hours yet the Spiegel Bar closed at midnight, so you can still hear people chit chatting.

All and all I will definitely stay here again, only setelah perbaikan paving block di Kota Lama Semarang ini selesai…berdebu banget bok! Hahaha

#kotalamasemarang #semarang #spiegelhomestudio #spiegelbar #oldshophouse #oldbuilding #heritagebuilding #heritage #saveheritage