Parakan A Charming Little Town di Kaki Gunung Sumbing

IMG_6288

Ganti rencana itu udah biasa dalam hidup, apalgai ganti tujuan jalan-jalan 🙂 planning kali ini sebenarnya Saya ingin sekali mengunjungi Rumah Martha Tilaar di Gombong, tapi ternyata hari Senin itu tutup sehingga fixed harus ganti tujuan, dipilihlah Parakan, dikarenakan teracuni oleh teman baik sesama pecinta bangunan tua dan sejarah Mas Halim Santoso 🙂

And I was right, Parakan such a lovable small town filled with friendly people, there was a sense of comforting when I visited this little town yesterday.

Dari Yogyakarta ke Parakan kami tempuh selama kurang lebih 3 jam dikarenakan we wanted to have an easy and slow trip and made some stops along the way if we saw some old and interesting buildings or even food…we stopped by in Muntilan and Magelang as they also have pretty good looking Colonial Houses and buildings.

IMG_6286

Two things that caught to my attention beside their old, grand and well-preserved mansions are the people within this little town of Parakan, they are all courteous and friendly, very open and somehow you can sense they less judgmental, they smiled at you even the passers even people on motorbikes, they even made some efforts if you asked them for help to show some direction, I felt like in the 80s where Indonesian are so much friendlier and nicer…yet this city has a cool temperature all the way.

The other thing that caught our attention was, how clean all the houses are, they really taking care of their houses and neighborhood, even the abandoned houses their flooring are so clean and shiny.

Ah Parakan, how I love my weekend discovery!

#parakan #temanggung #oldcity #kotapusaka #jalurkotapusaka #sejarah #indonesia #wanderlust #travel #traveling #traveler #travelgram #oldhouses #oldmansion #arsitektur #architecture #pecinan #gambiran #chinatown #tionghoa #dutcheastindies #hindiabelanda #colonialhouses #colonialarchitecture #saveheritage #heritage #cagrbudaya #bangunancagrabudaya #kotacagarbudaya #myheritagetrip #weekender #oldbuildingsaficionado

Sruput Kopi di Rumah Juragan Batik Kampung Kauman

IMG_5137[1]

It was a hot sunny day, we drove from Malioboro by motorbike, panas sekali waktu itu, mungkin karena memang sekitar jam 1 siang, sahabat saya Didit mengajak saya melihat sebuah warung kopi di wilayah Kampung Kauman Yogyakarta dekat Kraton yang menempati sebuah rumah tua yang dia pikir Saya pasti bahagia melihat rumah ini.

Kumpeni Coffee, terletak di Jalan Nyai Achmad Dahlan Kampung Kauman Yogyakarta, sebuah warung kopi sederhana namun menempati sebagian ruanganan rumah tua dan indah, kemudian Saya jatuh cinta!

Dari luar rumah ini nampak seperti sebuah shophouse, dengan deretan jendela kecil memanjang dan pintu utama di tengah, semua serba simetrikal, didominasi warna off white kekuningan (barangkali karena catnya sudah dimakan usia yah?) dan detail berwarna hijau, ada banyak ornamen menarik di rumah tua ini.

IMG_5130[1]

Kumpeni Coffee ini menempati dua bagian depan rumah tua ini, bagian ruang tamu dan ruang keluarga yang kemudian disekat dinding yang memiliki pintu di sebelah kiri, yang merupakan akses ke bagian lain dari rumah ini, yang sekarang bagian tersebut masih di tempati oleh keturunan pemilik rumah ini.

Area penikmat kopi berada di dua ruangan tersebut, bagian depan ditempati oleh 2 set kursi tamu bergaya tahun 60an di kanan kiri juga sebuah meja tempel menghadap ke jendela berderet sebagia tambahan tempat nongkrong sambil menikmati lalu lalang orang melewati jalan Nyai Achmad Dahlan, ada lemari bufet khas 60an juga dengan hiasan pemutar piringan hitam dan radio transistor dari era yang sama.

IMG_5167[1]

Ruangan kedua ditempati oleh beberapa tempat duduk, pun dengan bebrapa set bergaya tahun 60an, hayang menarik adalah diatas sebuah buffet tua ada deretan rapi foto sebuah keluarga, nampaknya adalah keluarga asli pemilik rumah tua ini, menarik sekali memperhatikan foto-foto ini, sebuah foto keluarga yang sepertinya sangat chic pada masa itu, dan ada juga foto seorang perempuan Jawa cantik dengan berkebaya dan berkerudung brokat tipis indah!

IMG_5148[1]

Seperti yang sudah Saya sebutkan, bahwa bangunan ini dibuat dengan desain simetrikal, sebelum memasuki ruang kedua terdalam, terdapat dinding penyekat dengan 3 pintu yang sama ukurannya dan detail nya, pintu terbuat dari kayu dan kaca yang diberi gambar tetumbuhan, bagian atas dihiasi dengan kaca patri berwarna warni, bergambar kupu-kupu sebagia center nya dan kanan kiri nampaknya bergambar kumbang bergaris.

IMG_5126[1]

Jika diperhatikan dari detail di beberapa bagian, sepertinya rumah indah ini menganut langgam Art Nouveau, seperti banyaknya detail tumbuhan dan bunga juga garis-garis yang menari, berkelok-kelok menghiasi jeruji besi dan tegel tua nya, dan sepertinya rumah yang dahulu kala dimiliki oleh Juragan Batik di Kauman ini dibuat sekitar tahun 1919, jika memperhatikan tahun yang tertera di rumah-rumah sekitarnya yang memiliki langgam yang serupa.

IMG_5138[1]

Sayang, Sang pemilik warung kopi tidak begitu mengenal sejarah rumah ini, ketika Saya bertanya “Mas tahun berapa rumah ini kira-kira dibuat?!” kemudian Sang Pemilik menjawab “Sepertinya tahun 80an Mas!” hummmmm…yo wesss….jika saja mereka tau, Saya yakin akan menambah nilai tersendiri bagi warung kopi sederhana di rumah tua indah ini.

IMG_5144[1]

Seperti sebuah ungkapan :

I HAVE OFTEN WONDERED WHAT IT IS AN OLD BUILDING CAN DO TO YOU WHEN YOU HAPPEN TO KNOW A LITTLE ABOUT THINGS THAT WENT ON LONG AGO IN THAT BUILDING – Carl Sandburg

I wish I would know more about this beautiful old shop house, nevertheless  I am so happy to see this old building it has been re-purposed into a coffee shop without changing anything except the furniture, sruput kopi di rumah tua itu memang jauh lebih nikmat…MY HAPPY PLACE!

IMG_5154[1]

#rumahtua #roemahtoea #kauman #kampungkauman #yogyakrta #ngayogyakartahadiningrat #kumpenicoffee #coffeeshop #warkop #warungkopi #arsitektur #architecture #oldhouse #oldmansion #oldshophouse #juraganbatik #batik #kampungislam #wonderfulindonesia #myheritagetrip

Villa Mei Ling

e8476f7c86be4cccbe1ccd8c857119aa

Ini adalah panorama Bandung Utara pada tahun 1930an, bangunan bertingkat berwarna putih itu adalah sebuah rumah…iya sebuah rumah bernama Villa Mei Ling.

Tergerak hati untuk mencari cerita mengenai villa ini ketika sebuah instagram account yang membahas bangunan lama di kota Bandung, dan semakin penasaran ingin mengunjungi Villa Mei Ling bergaya Art Deco ini.

Kembali ke foto diatas, seperti time machine yang membawa Saya berandai-andai, bagaimana gedung itu berdiri dilahan luas di sebuah bukit yang bisa melihat hamparan pemandangan indah kota Bandung pada masa itu, layaknya Villa Isola di Lembang yang pernah Saya ceritakan dahulu.

bandung-jalan-siliwangi

Villa Mei Ling, dibangun pada tahun 1930 – 1931, pemiliknya adalah a prominent resident of Bandung pada masa itu keturunan Tionghoa bernama Hok Hoei Kan (H. H Kan), berdiri disebuah bukit kecil, diapit oleh Jalan Sangkuriang dan Jalan Babakan Siliwangi kalau sekarang.

Villa Mei Ling dirancang oleh arsitek kenamaan pada masa itu yakni F. W. Brinkman dengan langgam Art Deco, beliau sudah banyak merancang berbagai bangunan cantik di Bandung, seperti Bioskop Elita dan Oriental (sekarang sudah tidak ada), gedung sekolah MULO dan lain sebagainya.

Jika memperhatikan bangunannya sendiri Villa Mei Ling ini memang sengaja dibangun oleh pemiliknya agak mereka bisa tetirah jauh dari kehidupan Batavia pada masa itu, udara yang sejuk, berada di ketinggian, membuat villa ini menjadi tempat sangat ideal untuk beristirahat.

villa mei ling1.JPG

Nama Mei Ling sendiri diambil/terinspirasi dari nama istri dari Chiang Kai Sek – Presiden dari Republik Cina (Taipei),  Mei Ling Soong (Sung).  Hal menarik lainnya adalah bahwa Villa Mei Ling ini oleh sang pemilik diisi dengan brang-barang antik, yang dikumpulkan dari berbagai negeri, sehingga selain rumah tinggal Villa Mei Ling juga direncanakan menjadi gallery atau bahkan museum, hanya sayang, pada saat Jepang kalah kemudian sang pemilik Villa Mei Ling bisa kembali mendapatkan villa nya tapi tak lama kemudian pihak tentara Kerajaan Inggris mengambil alih Villa Mei Ling ketika mereka ingin kembali menguasai Bandung, sekitar 34 truk mengangkut barang-barang antik tersebut sampai-sampai gagang pintu bergaya Art Deco pun mereka ambil.

Villa Mei Ling ini terletak diantara Lamminga Weg atau sekarang Jalan Sangkuriang dan juga Dr. De Groote Weg alias Jalan Babakan Siliwangi, sampai sekarang jika melewati Jalan Babakan Siliwangi,kita masih bisa menyaksikan dam atau irigasi kecil dibawahnya,  pas sebelum Teras Cikapundung sekarang.

Villa Me Ling memiliki interior Art Deco yang sangat kuat,menyesuaikan dengan bagian exteriornya, design interior diserahkan juga kepada Brinkman dan partner beliau yakni insinyur Voorhoeve, contoh yang paling menarik untukdiperhatikan adalah deretan pagar pembatas di tangga dan juga kaca patri yang memiliki 3 panel bergambar flora bergaya Art Deco.

villa mei ling2

Pemilik Villa Mei Ling yakni H.H. Kan tidak pernah berpikir bahwa Villa Mei Ling akan menjadi bagian dari sejarah Indonesia, bagaimana tidak,ketika Jepang menjatuhkan bom ke Gedung Pakuan yang merupakan tempat tinggal Residen Priangan kala itu, memaksa Gubernur Jendral Hindia Belanda terakhir yang kala itu sedang mengungsi di Bandung setelah Batavia menyerahkan diri kepada Jepang pada 5 Maret 1942, yakni  A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer kemudian beliau mengungsi ke Villa Mei Ling, hingga mulai 8 Maret 1942 Villa Mei Ling dijadikan kamp untuk penahanan para pejabat senior Hindia Belanda saat itu.

Di Villa  Mei Ling ini pun Gubernur Jenderal Tjarda kemudian menerima ultimatum yang berujung pada perundingan Kalidjati yang mengakhiri penjajahan Belanda selama 350 tahun di Indonesia.

Sekarang rumah megah ini tetap lestari walaupun sudah tidak dimiliki oleh keturunan dari Hok Hoei Kan, rumah ini menjadi kantor dari Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat.

Semoga rumah indah sarat cerita ini tetap lestari!

(Cerita diambil dari berbagai sumber termasuk catatan keturunan Hok Hoei Kan yakni Sioe Yao Kan)

 

 

Once Upon A Time in Little Tiongkok

IMG_2291[1]

Last day in Lasem, we were paying homage to the oldest temple called Cu An Kiong, terletak di dekat sungai Babagan, kiranya ada alasan mengapa Klenteng ini dibangun disini dikarenakan ini adalah akses masuk pertama kali ke Lasem, di sungai Babagan inilah tempat bongkar muat dilakukan sepertinya.

Dahulu kala berdasakan beberapa artikel yang sempat Saya baca, Klenteng ini dibangun diatas hutan jati, dan merupakan sebagai penghormatan kepada Dewi Samudera (Thian Tiang Seng Bo) karena mereka diberi keselamatan di laut sehingga bisa mendarat dengan selamat di Lasem.

IMG_2301[1]

Bangunan Klenteng ini praktis tidak mengalami perubahan berarti sejak di renovasi pada tahun 1838, sejarah mencatat bahwa Klenteng ini dibangun pada abad ke-15, dimana pertama kali para perantau dari Negeri Tiongkok berlabuh, tercatat pada tahun 1477 Klenteng ini di bangun, berdasarkan catatan di sebuah museum di Den Haag, Belanda, catatan ini dimiliki oleh Belanda dikarenakan pada masa penjajahan sempat terjadi penjarahan besar-besaran termasuk catatan penting sejarah pendirian Klenteng ini.

Beruntung sekali ketika Saya datang, sedang tidak ada pengunjung lain, jadi bisa benar-benar merasakan indahnya bangunan ini secara tenang dan pelan, Klenteng ini ketika datang hanya dijaga oleh seorang wanita paruh baya yang kami panggil Oma.

Tipikal Klenteng Cina, banyak di dominasi warna merah dan emas, semua detail masih sangat terjaga dengan baik, indah dan indah sekali, daun pintu, kisi-kisi ventilasi, dinding semua dibuat dengan detail yang mumpuni.

IMG_2387[1]

Ada dua bagian dinding yang dihiasi mural yang cukup massive, dinding di area altar bergambar para Dewa, sedangkan area depan mural berupa cerita 100 panel komik “Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois” karya Xu Zhonglin atau dikenal dengan komik Fengshen Yanyi (National Geographic).

IMG_2294[1]

Klenteng ini penuh dengan makna simbolik, dilihat dari hiasan-hiasan yang terdapat pada pahatan maupun gambar-gambar mural, I wish I could tell more about this.

Yang unik dari Klenteng ini adalah disetiap ulang tahun Klenteng, hampir dipastikan selalu ada orkes gamelan Jawa, ini merupakan bentuk akulturasi yang luar biasa dari masyarakat pendatang dan Lasem itu sendiri.

IMG_2314[1]

I was so happy that on my last day in Lasem finally I could pay homage and admiring this Klenteng, the oldest Klenteng in Java, yang penuh dengan cerita waiting to be unfold!

 

Perhaps They Are Not Bored, Perhaps Because It Feeds Their Soul…

IMG_2350[2]

December 2017, Saya berkunjung ke sebuah tempat pembuatan batik bernama Batik Nyah Kiok.  Berada di sebuah rumah tua bergaya khas Peranakan Lasem, batik ini sudah berproduksi sejak lama sekali, hanya membuat satu motif batik saja yakni motif batik Gunung Ringgit Pring dan dikerjakan oleh 7 perempuan saja.

Ketika masuk ke rumah tua dan teras belakang melalui gang disebelah kanan bangunan utama, kebetulan sekali keadaan sedang sepi, hanya Ibu Ibu pekerja Batik Nyah Kiok dan kami bertiga, there was a somehow poetic atmosphere when you entered this particular house and area, the smell of those wax, the cloths and of course batik.  They were so quiet, no music, no chit chat only focus on their on part.

“Ibu kok sepi sekali, gak ada musik atau apa? Gak bosan Bu?” tanya Saya pada Ibu Ibu, dibalas dengan senyuman dan bahasa Jawa yang saya sendiripun mboten ngertos alias kurang mengerti, tapi kurang lebih seperti ini “Kadang kami mendengarkan Radio sambil bekerja!”

IMG_2467[2]

Kemudian Saya memberanikan diri untuk memutarkan lagu, sebuah lagu Perancis dari Edith Piaf, memecah keheningan siang itu…senang rasanya melihat Ibu Ibu ini tersenyum, sambil tangan dan pikirannya tetap pada kain-kain tersebut, saat itupun Saya kemudian mengambil salah satu kain dan berputar-putar bermain dengan Gunung Ringgit Pring, sontak disambut dengan tawa kecil Ibu Ibu ini, “Wah Saya senang sekali jadi ramai dan bisa tertawa-tawa!” begitu kira-kira reaksi dari Ibu Ibu ini.

Many of them has been work so many years, some can be 30 to 60 years of dedication, can you imagine everyday you come to the same place, doing the same thing over and over and over again for so many years…my judgmental mind commenting “Gosh must be be bored ya, making same motif for so many times so many years!”

IMG_2413[1]Batik Nyah Kiok, amat sangat mempertahankan ke-khas-an dari warna Laseman, sedikit berbeda dengan rumah batik lainnya yang berusaha untuk mengikuti permintaan pasar, dihimpun dari berbagai sumber, ada warna-warna khas dari Batik Lasem ini yang tetap dipertahankan oleh Batik Nyah Kiok, abang getih pitik (merah darah ayam), biru tua, hijau dan warna cokelat.

8 bulan hingga 1 tahun pembuatan sehelai Batik Nyah Kiok ini, dedikasi yang luar biasa, dikarenakan hanya 7 perempuan hebat ini yang mengerjakan dari mulai menggambar, proses canting, nglorod, mencuci dan lainnya, bayangkan, sehelai kain selama kurang lebih setahun, a lifetime dedication!

IMG_2483[2]

Meraba helai kain Batik Nyah Kiok ini, takes you back to how hard it is the work they put into a single sheet of kain, the effort and times and the patient.

Membuat Saya berpikir kembali, dan sampai pada saat Saya ketika mencritakan kepada salah satau sahabat saya Wenni mengenai batik ini dan bagaimana Ibu Ibu ini bisa bertahan mengerjakan hal yang sama, over and over and over again for so many years…she told me “Mungkin, pekerjaan nya ini bukan hanya pekerjaan but also feeding their soul!”

IMG_2471[1]

Blessed you Ibu Ibu di Batik Nyah Kiok, your dedication to your work especially the existence of Batik, has taught me something…”To always find a job that feed your soul!” and I will for sure…Matur Nuwun Ibu once again!

 

Home Away From Home…Pesanggrahan Ambarukmo

Ada satu tempat yang syarat sejarah di Ngayogyakarta Hadiningrat yang seringkali luput dari perhatian wisatawan yang berkunjung ke kota ini, mungkin karena posisinya yang odd berada diantara dua bangunan “baru” yakni Ambarukmo Plasa dan Hotel Royal Ambarukmo, atau karena terletak diluar area Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pertama kali Saya mengunjungi tempat inipun I thought I was stumbled upon some a replica of Javanese mansion for the sake of preserving the culture itself, but then if you dig down a bit from here and there you’ll find an amazing stories lies on this majestic retreat mansion away from the hustle bustle of courtier life.

IMG_2632[1]

Area Pesanggrahan Ambarukmo memiliki sejarah yang cukup panjang bahkan dimulai sejak Sultan Hamengku Buwana II, dahulu merupakan tempat istirahat tamu-tamu Sultan sebelum kemudian datang berkunjung ke Keraton, hingga pada tahun 1859 dilakukan renovasi pada pendopo utama dan keseluruhan pesanggrahan ini hingga pada tahun 1897 oleh Sultan Hamengku Buwana VII.

IMG_2597[1]

Pesanggrahan Ambarukmo merupakan kediaman terakhir dari Sultan Hamengku Buwana VII setelah beliau turun takhta pada tahun 1920 dan kemudian memutuskan untuk hidup di luar tembok Keraton, dan kemudian beliau digantikan oleh Putra nya bernama GPH Purubaya atau Purbaya.

Hal yang menarik adalah intrik dari pengangkatan pengganti dari Sultan Hamengku Buwana VII ini, dikarenakan sebelum pada akhirnya jatuh ke tangan GPH Purbaya sebelumnya penerus takhta Sultan Hamengku Buwana VII adalah Gusti Raden Mas Achadiyat, Putera Mahkota pertama, beliau meninggal tidak lama setelah pengangkatannya menjadi Putra Mahkota dengan gelar KGP Adipati Anom Hamangkunegara I, kemudian gelar Putra Mahkota diserahkan kepada KGP Adipati Juminah hanya saja gelar tersebut dicabut dikarenakan alasan kesehatan, kemudian jatuh ke putera beliau yang lain yakni Gusti Raden Mas Putro hanya sayang GRM Putro pun meninggal setelah pengangkatan menjadi Putera Mahkota.

I do think this grand mansion meant to be as a place that home away from home, the scale obviously much smaller than the Keraton itself, but it has all you need as former Sultan to stay and unwind from the hustle and bustle of the Keraton life!

Struktur yang dimiliki oleh bangunan inipun tentu mengadaptasi rumah bangsawan Jawa atau keraton, dengan pendopo yang cantik, main house and other facilities such as bedrooms for the princes and princesses…even Sultan Hamengku Buwana VII he had his own meditation area called Bale Kambang, built just behind the main house surrounded by ponds, a floated pavilion…

Now this Pesanggrahan has become a Museum and also a spa ran by the current Sultan’s Princesses

Kaca Patri di Lawang Sewu

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_hoofdkantoor_van_de_Nederlandsch-Indische_Spoorweg_Maatschappij_(NIS)_in_Semarang_TMnr_10032316

Lawang Sewu, sebuah bangunan megah di Semarang bekas kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS mulai dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.

Arsitek terpilih adalah duo arsitek berasal dari Amsterdam, Negeri Belanda, bernama Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Quendag, keseluruhan desain dibuat di Amsterdam dan kemudian dikirim ke Semarang untuk dieksekusi, bangunan megah ini memiliki fungsi sebagai kantor Jawatan Kereta Api yang memiliki rute-rute di yang menghubungkan Semarang dengan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta area dan di tahun 1873 menghubungkan Stasiun Willem I Ambarawa dengan Kedngjati dan Batavia.

Bangunan ini memiliki selasar-selasar yang indah, dan kemudian berhasil di konservasi dengan amat sangat baik oleh PT. KAI dan sekarang dijadikan objek wisata sejarah dan arsitektur di Semarang, satu hal yang menurut saya bagian paling menarik dan indah di gedung ini adalah kaca patri atau stained-glass window-nya yang berwarna warni dan memiliki gambar dan cerita menarik.

IMG_2142[1]

Let’s retell the story of this amazing stained-glass, story about how prosper and beautiful is Nusantara or Dutch East Indies at that time, cerita tentang indahnya Nusantara beserta flora dan fauna-nya dan betapa hebatnya dua kota besar saat itu yakni Semarang dan Batavia penyokong perekonomian Amsterdam khususnya.

Jika diperhatikan lebih lama, bagian kiri dari panel kaca patri ini bercerita tentang keindahan dan kesuburan Pulau Jawa dengan flora dan fauna-nya, pada waktu itu dibuatlah jalur kereta api pertama di Nusantara yang menghubungkan antara Semarang – Solo – Yogyakarta pada tahun 1873 yang tentunya melewati wilayah yang indah dan permai sepanjang perjalanan tersebut.

IMG_2146[1]

Sementara itu pada panel kanan atas menceritakan tentang dua kota besar penyokong perekonomian Amsterdam, yakni Semarang & Batavia, pada masa itu di dua kota inilah terletak pelabuhan besar yang menghubungkan Nusantara dan Negeri Belanda, dari kedua pelabuhan inilah komoditas terbaik di dunia di angkut dan kemudian untuk dijual demi kemakmuran Amsterdam pada khususnya dan Negeri Belanda pada umumnya.

IMG_2152[1]

Bagian tengah yang merupakan bagian terbesar bercerita tentang bandar bandar terbesar di Nusantara yakni Semarang dan Batavia, betapa kuat nya mereka sebagai pintu masuk ke Nusantara bahkan sejak jaman Mataram Kuno, Terdapat lambang kota Semarang dan kota Batavia mengapit lambang kerajaan Belanda dan gambar sepertinya buah pala.

IMG_2145[1]

Bagian tengah lainnya adalah bagian dimana terdapat gambar roda kereta apri bersayap, yang merupakan simbol dari perusahaan jawatan kereta api pada masa itu, menggambarkan pergerakan dan teknologi pada saat itu, roda terbang tersebut diapit oleh dua perempuan bermata sayu, yang merpakan simbol dari Dewi Fortuna atau Dewi Keberuntungan dan Dewi Venus yang menggambarkan kasih sayang dan cinta, dan hal ini merupakan simbol dari Ibu Pertiwi.

IMG_2141[1]

Kaca patri ini di produksi disebuah kota di Negeri Belanda bernama Delft oleh seorang seniman kaca patri terkenal pada saat itu yakni  J.L. Schouten dari studio seni kaca patri T. Prinsenhof pada awal tahun 1900an.

IMG_2143[1]

Go and find yourself dreaming and wandering by looking at this majestic artwork, best time to go is early morning, when there are still few people and when the sun rays bursting into this stained-glass panels, simply stunning…may this building lived forever!

 

Kembali Tamasya ke Kota Jogja Part 3

Highlight tamasya ke Jogja adalah menemukan rumah-rumah tua dengan cerita dibaliknya…there are plenty of old houses in Yogyakarta, some pretty lucky as the owner really taking care of it some can be so unlucky, this makes me sad…

Jalan Poncowinatan, begitu namanya…jalanan ini terletak di tengah kota dan cukup sibuk karena ada banyak bisnis disini, terlihat dari lalulintas dan berbagai toko banyak terlihat, ada 2 rumah that struck my sight…pertama adalah rumah Belanda yang besar dan nampak luas…memberanikan diri seperti biasa breaking & entering the house 🙂 dan kami cukup terpukau dengan skala dan arsitektur juga detail dari bangunan ini.

Kembali Tamasya ke Kota Jogja Part 3
Rumah Tua di Jalan Poncowinatan

Ternyata bangunan ini sekarang berfungsi sebagai gudang PT. Jamu Sido Muncul, mungkin bangunan Belanda ini didirikan pada tahun 1929 seperti angka yang tertera di bangunan tambahan disebelah bangunan utama diatas, bangunan ini cukup eklektik dengan menggabungkan gaya Art Nouveau dan Art Deco seperti terlihat pada pengulangan detail di service area di bagian belakang yang sangat Art Deco dan detail lantai yang sangat Art Nouveau.

Kembali Tamasya ke Kota Jogja Part 3
Rumah tua Jalan Poncowinatan, terlihat di gedung kanan tertera tahun didirikan banguan 1929

Sayang, rumah ini hanya dijadikan gudang penyimpanan barang belaka, sengan manager gudang yangcukup galak hahaha…beruntung para pekerja lainnya sangat ramah, jadi sebelum ketauan sang manager, Saya udah foto sana sini 🙂

Terdapat beberapa bagian gedung di area bangunan tua ini, rumah utama, rumah tambahan di sisi kanan dan di bagian belakang terdapat service area bahkan masih bisa dilihat sebuah sumur tua yang memakai hiasan baja yang cantik sepertinya pada jamannya.

Dibawah ini adalah detail bagian dalam rumah utama, yang bergaya simetris, dengan lantai tegel tua yang memiliki motif atau pattern yang sangat indah.

Kembali Tamasya ke Kota Jogja Part 3
Detail bagian dalam rumah utama

IMG_7438

Service area, nampak emangadaptasi pengulangan gaya Art Deco, nampak koridor tersebut dipenuhi dengan beberapa ruangan-ruangan bersekat, mungkin dahulunya adalah berupa kamar-kamar bahkan dapur.

IMG_7439

Detail yang menarik adalah terdapat pada lantai teras depan, sangat Art Nouveau, dengan motif tegel yang berupa tetumbuhan dan garis garis yang meliuk-liuk, sepertnya sangat indah pada jamannya.

IMG_7443

Penemuan lain yang sangat menarik adalah sebuah rumah yang merupakan toko buku bernama Manggala masih di Jalan Poncowinatan, rumah bergaya Kolonial dan Peranakan ini terlihat sangat tua, rumah bertingkat dengan atap genteng ini sekarang walaupun toko buku tetapi banyak menjual mainan anak, dari era 80an hingga sekarang (walau lebih banyak 80an nya), disambut oleh seorang wanita paruh baya yang baik hati, bahkan beliau mempersilahkan untuk masuk ke dalam rumah jika ingin melihat-lihat.

IMG_7445

Yang menarik dari rumah ini salah satunya adalah yang menjaganya, yakni seorang mantan atlet Tenis Meja Nasional bernama Ibu Mei, yang merupakan masih keponakan pemilik terakhir umah ini, sekarang rumah ini sudah mereka serahkan ke yayasan gereja dikarenakan sudah tidak ada keturuanannya yang bersedia menjaga atau tinggal di rumah indah ini, semua brang brang tua di rumah ini bahkan di jual, ada satu ranjang antik di kamar utama yang sangat indah yang sekarng ranjang ini milik teman instagram saya yakni mas Sigit dari @vintage_colony

IMG_7444

Semoga rumah di Jalan Poncowinatan ini bisa tetap lestari.

2018 a Random Post

I’ve been traveling quiet a bit by the end of 2017, yet I haven’t post anything, due to laziness 🙂

However my end of year trip was one of those trip I would remember for the rest of my life, trip that feed your soul, trip to Lasem a small city in northern part of Central Java.

Which, I shall making comeback perhaps this year!

Let’s do tell the story of my latest travels!

XOXO

Hello HOME

It has been such a long time I have never been write something here on my blog, life’s been boring 🙂 well not really, I have been so lazy that’s all.

Bali now just a lil’ bit mourn due to the eruption of Mount Agung recently, the media as well as the people blow up made this island very quiet now, not so many people coming, business been bad for the past couple of weeks.

Meanwhile, Bali is actually super safe, still many many and many things to do, you can still go for party and just relaxing by the beach.

Anyhow, now I am back in the island, my HOME…after more than 15 days of traveling, always good to be back HOME…seeing familiar faces and all, back to my fave breakfast place near my house and day dream, what else lah!

Fave daydreaming place near my pad!
Rena’s Kitchen & Coffee

Ah super random today, day dreaming of having a small cafe, no office lyfe (this one only just a wish that perhaps I have to be super patient till I have no debts anymore hahahaha), making clothes, a bit of traveling…ah well would be such a fine plan, isn’t it?

Today is Saturday, just another kinda Saturdays, no plans only daydreams…